LETTO on Facebook

Sebelum Cahaya (Video Clip)

Tuesday, August 14, 2007

Tiap Band Punya Rezeki Sendiri-sendiri

LAGU-lagu manisnya tentu sangat akrab di telinga kita. Apalagi lima lagu dari album pertamanya menjadi lagu tema beberapa sinetron yang sedang ditayangkan.

Sebut saja salah satunya "Ruang Rindu" untuk sinetron Wulan. Meski terlogong band baru, Letto mampu memberikan kesan yang mendalam bagi penikmat musik di Tanah Air.

Apa rahasia sukses mereka? Bagaimana mereka memikirkan masa depan kreativitas band pujaan anak-anak muda ini? Berikut perbincangan dengan mereka minus Dedy (drum) di rumah Noe (vokal) sekaligus markas mereka di Gang Barokah 287 Kadipiro, Yogyakarta.

Album perdana Letto cukup unik. Di samping aksentuasi musiknya sangat khas, lima dari sepuluh lagu menggunakan bahasa Inggris. Bahkan judul albumnya pun demikian. Apakah ada maksud atau target tertentu dalam pemilihan bahasa tersebut. Misalnya, agar bisa dikenal lebih luas.?

Noe: Sebenarnya pemilihan bahasa kami sama seperti saat kami memilih merek instrumen yang dipakai. Misalnya untuk gitar, ada Inabez, Jackson, Fender, dan sebagainya. Itu hanya masalah pilihan rasa yang disesuaikan dengan musik yang digarap. Tidak ada target karena dalam berkreasi kami berpedoman pada proses kreatif dan mengalir jujur sesuai kapasitas. Namun jika dari sisi industri, dengan menggunakan bahasa Inggris, tentu pasarnya lebih luas. Ini memberikan motivasi lain bagi kami.

Patub:
Namun awalnya pemilihan bahasa hanya berkait dengan soal rasa enak atau tak enak.

Apakah sudah puas dengan hasil kerja yang telah dicapai sehingga menjadi salah satu band pendatang baru yang diperhitungkan di blantika musik Indonesia saat ini?

Patub: Manusia tentu tidak pernah puas. Tapi yang pasti, kami mensyukuri hasil kerja kami selama ini karena bisa memberikan sesuatu yang ternyata disukai masyarakat.

Noe:
Bagi entertainer, kepuasan akan terpenuhi bila karyanya diapreasi positif oleh khalayak dan yang paling sulit adalah mempertahankan kepercayaan yang telah diberikan tersebut. Untuk mempertahankan atau lebih sukses, kami tentu sudah memikirkan strategi berkarya untuk masa depan.

Meskipun baru menghasilkan satu album, lagu-lagu Letto banyak dijadikan lagu tema sinetron. Mengapa begitu "diminati" oleh para pembuat sinetron.

Patub:
Musik Letto digarap bersama-sama namun untuk urusan lirik, Noe lebih banyak berperan. Kami tidak tahu mengapa lagu-lagu kami banyak diminati. Mungkin karena maknanya mendalam sehingga bisa mengilhami beberapa pihak untuk menggarap tema cerita. Sekadar informasi, lagu "Ruang Rindu" juga dijadikan ide cerita sebuah novel yang sedang digarap seorang penulis dari Bandung.

Noe:
Di Semarang juga ada guru Taman Kanak-kanak yang meminta izin untuk mengangkat album pertama kami sebagai ide cerita sebuah buku yang akan dia garap. Kami sebenarnya hanya menciptakan lagu yang menurut kami enak. Jika ternyata masyarakat suka, alhamdulillah. Ini berarti selera kami dan masyarakat sama. Buktinya apa yang menurut kami enak, enak pula menurut masyarakat.

Letto dikontrak oleh Musica untuk dua album. Sampai seberapa jauh penggarapan album kedua. Apakah ada kendala yang dihadapi mengingat jadwal
konser cukup padat.

Patub:
Dalam penggarapan album kedua ini, seluruh proses recording dan mixing kami lakukan sendiri. Musica mempercayakan segala urusan itu kepada kami karena menurut mereka, studio kami cukup memenuhi syarat. Orang-orang Musica tetap melakukan pengawasan. Dengan kondisi seperti itu, kami justru bisa belajar banyak tentang proses recording dan mixing.

Kalian cukup solid dan kompak. Bisa dijelaskan proses awal pembentukan
band.

Patub:
Para personel Letto dulunya adalah teman satu sekolah, bahkan ada yang sekelas di SMU 7 Yogyakarta. Waktu itu sudah bermain musik tapi jenis etnis dan tradisional. Seusai merampungkan kuliah, kami berkumpul lagi dan sering nongkrong di Geese Studio di rumah Noe. Kami pun mulai menyentuh musik pop dan belajar membuat lagu. Maka terbentuklah Letto.

Noe:
ya, tetapi pada awalnya orang tua ragu pada pilihan kami menjadi pemusik. Biasa, alasannya karena tidak bisa dijadikan tumpuan hidup.

Lantas sekarang setelah sukses di industri musik, apakah orang tua juga masih ragu

Noe: Enggak juga. Mereka memberikan dukungan meski tidak sepenuhnya. Lambat laun dukungan materi dikurangi mungkin agar kami lebih mandiri. Alhamdulillah, kami sekarang sedikit-sedikit sudah bisa membayar utang, membeli instrumen musik yang lebih baik, dan membantu sesama.

Membantu sesama, maksudnya.

Noe: Dalam sebulan Letto pentas sekitar 15 kali. Di sela-sela kesibukan itu kami terlibat dalam pentas amal paling tidak sebulan sekali. Contohnya kami akan manggung dalam acara akad nikah dan sunatan massal di Bantul pekan depan. Kami sadar, kami besar karena masyarakat. Karena itu sudah sepantasnya kami berbagi dengan mereka, baik itu materi maupun ilmu. Letto juga rutin mengadakan seminar dan workshop sebagai sarana berbagi ilmu.

Apakah ada semacam tips khusus yang dianjurkan agar sebuah band bisa
"menjual".

Noe:
Sebenarnya masalah laku itu adalah rezeki. Masing-masing band mempunyai rezeki sendiri-sendiri. Tapi paling tidak konsistensi perlu dijaga oleh para personel saat menggarap lagu. Mereka harus mempunyai orisinalitas dalam berkarya. Produser tentu menuntut band yang satu untuk menghasilkan karya yang berbeda dari band-band lain agar albumnya laku di pasaran. Ini yang dinamakan orisinalitas.

1 comment:

Anonymous said...

well said noe! his words are very inspiring.

kudos to letto!!!

ns260275@yahoo.com