"Kami tidak pernah tahu arti puitis dan romantis kok," jawab Noe, vokalis LETTO kepada wartawan ketika ditanya soal romantisme dan puitisme dalam lagu-lagunya. Noe bersama Patub (gitar), Arian (bas) dan Dedy (drum) tidak sedang guyon dengan pernyataannya ini.
"Kita memang tidak tahu, karena kita buat lagu dengan apa yang ktia rasakan saja," jawab Noe ketika launching album 'Don't Make Me Sad' di XXI Lounge Jakarta, Kamis [16/8/2007].
Yup. LETTO memang lebih cocok disebut band kontemplatif dibanding band romantis. Meski musiknya mendayu, mengharubiru, tapi liriknya kalau diperhatikan lebih "berbicara" daripada sekedar lagu-lagu biasa. Berlebihan? Harusnya tidak. DI album kedua ini, LETTO terdengar lebih "emosional" secara lirik, karakter vokal dan teknik menyanyi Noe yang agak "menggelayut" itu.
"Kita tidak pernah sengaja mencari inspirasi dengan kontemplasi, tapi berusaha kontemplatif dengan apa-apa yang kita alami saja," jelas Noe, anak budayawan Emha Ainun Nadjib ini kalem. Noe memberi contoh, kehilangan handphone. "Dari kehilangan sesuatu yang kita sayangi, itu bisa mejadi hal kontemplatif dan brekembang jadi satu karakter lagu yang punya emosi," jawabnya.
Dan pilihan single 'Sebelum Cahaya' makin mengukuhkan "kecurigaan" kontemplatif itu. Video klipnya bisa menerjemahkan makna lirik yang sarat simbol-simbol cinta yang perlu refleksi. Pilihan cerdas karena emosi gerak dan bahasa tubuh yang 'berbicara' saat klipnya memilih model seorang perempuan tuna wicara. "Kita memberi sentuhan soul yang diterjemahkan lewat gerak bibi dan bahasa tubuh modelnya. Dan itu lebih mengena rasanya," jelas Noe lagi.
LETTO memang sedang "dimanjakan" oleh label dan penggemarnya. Eksplorasi musikal dan gramatikalnya, terasa sekali. Meski begitu, jangan "terlena" ya....
source: joko @ tembang.com
LETTO on Facebook
Monday, August 20, 2007
LETTO, Bukan Band Romantis tapi Band Kontemplatif
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment