LETTO on Facebook

Sebelum Cahaya (Video Clip)

Wednesday, July 26, 2006

Musik Pelangi Nidji, Modern-Etnik Letto

Republika, Minggu, 23 Juli 2006 17:15:00

Setelah Samsons menjulang, kini giliran Letto dan Nidji yang tampil unjuk kebolehan bermusik. Bernaung di bawah bendera perusahaan yang sama, mereka tampil dengan ciri tersendiri dan berbeda. Nidji hadir dengan musik pelanginya yang mereka sebut alternatif modern dan Letto yang mengawinkan nada-nada pentatonik gamelan dengan musik modern. Keunikan itulah yang membuat Letto, grup band asal Yogyakarta dan terbentuk pada akhir 2004 ini dengan personel Noe (vokal/kibor), Patub (gitar), Arian (bass), dan Dedi (drum), berkibar.
Awalnya, Letto diperkenalkan dalam album kompilasi Pilih 2004 lewat single I'll Find A Way. ''Mereka menawarkan musik yang beda dari yang selama ini pernah ada di Musica,'' ucap A & R (artist & repertoire) Musica Studio's, Anasthasia Sadrach, dalam sebuah rilis.
Inilah yang membuat Musica Studio's, perusahaan rekaman yang kini menaungi Letto, memberi kesempatan untuk merilis album utuh yang diberi titel Truth, Cry, and Lie. Ternyata, album yang beredar pada akhir Februari 2006 ini langsung terjual lebih dari 75 ribu keping dan kini penjualan albumnya telah mencapai angka 100 ribu kopi lebih. ''Sebagai pendatang baru Letto cukup sukses. Letto berhasil menawarkan musik yang berbeda,'' ujar Indrawati Widjaja, bos Musica Studio's.
Bu Acin, sapaan akrab Indrawati, melihat Letto memiliki warna musik yang beragam serta juga memasukkan unsur musik tradisional dengan corak slendro dan pelog dalam permainan instrumen modern. Di tengah ketatnya persaingan grup musik, lanjutnya, penampilan Letto dirancang dengan konsep yang matang dengan memiliki keunikan. ''Selain tidak selalu terpaku kepada satu jenis aliran musik, mereka juga memiliki kekhasan dalam corak lagunya yang berbeda,'' ujarnya.
Bu Acin melihat, kelebihan lain album Truth, Cry, and Lie adalah kehadiran lirik lagu bahasa Inggris yang lebih dominan. Lirik-lirik lagu puitis tersebut, termasuk yang berbahasa Inggris, seluruhnya ditangani oleh Noe, sang vokalis. Semua itu, kata dia, mengalir secara spontan dan alami. ''Kami ini anak desa, tidak pernah berpikir yang muluk-muluk. Semua mengalir sesuai dengan kata batin,'' ucap putra budayawan Emha Ainun Nadjib ini.
Dia mengakui sebagian besar terinspirasi dari pengalaman pribadi. Sedangkan untuk aransemen musik dikerjakan mereka bersama-sama. Tak heran jika masing-masing memberi pengaruh dalam setiap lagu. Alhasil, akan terasa sedikit ramuan dari rock ala Led Zeppelin, J-rock ala Kitaro, punk rock, bahkan psikadelik. Ramuan unik itu setelah berpadu terasa begitu easy listening.
Untuk yang penasaran dengan arti kata Letto, Noe yang bernama asli Sabrang Mowo Damar Panuluh itu mengungkapkan bahwa Letto secara harfiah sebenarnya tidak ada artinya sama sekali. ''Yang terpenting itu dalam bermusik haruslah jujur dan penuh cinta,'' ujarnya.
Dalam bahasa Jepang, Nidji berarti pelangi. Nama inilah yang dipakai oleh enam anak muda --Giring (vokal), Rama (gitar), Ariel (gitar), Randy (kibor), Andro (bas), dan Andri (drum)-- untuk grup band mereka yang resmi berdiri sekitar Februari 2002.
''Soalnya kalau dilihat-lihat, latar musikalitas kami tuh beda-beda. Ada yang metal, new wave, britpop macam U2 atau Radiohead, bahkan jazz. Udah kayak pelangi. Makanya, nama itu yang kami pakai,'' jelas Ariel, sang gitaris.
Sekitar akhir 2004 talenta Nidji dilirik oleh seorang produser musik independen. Di tangannya, mereka sempat merilis mini-album berisi dua lagu. Cuma dicetak sekitar 500 keping, mini album berbahasa Inggris itu ternyata laris manis. Singel Heaven pun sempat jadi jawara di chart independen beberapa radio swasta beken di Jakarta.
''Heaven buat kami tuh ibarat cerminan enerjinya Nidji. Almost perfect deh dari segi lirik maupun musik. Kami selalu enjoy maininnya,'' ungkap Rama, gitaris yang juga menjadi penyiar di sebuah radio swasta di Jakarta.
Lagu ini pula yang akhirnya menghiasi album perdana mereka Breakthru. Dalam album itu, mereka memasukkan beraneka aliran musik. ''Kami mengusung konsep musik alternatif modern yang memadukan unsur-unsur musik beragam, seperti rock, pop, progresif, dan funk,'' ungkap Giring.
Nidji mengusung beberapa tren musik yang cukup akrab. Diakui Giring, grup-grup band yang secara tidak langsung memengaruhi dan menjadi inspirasi terhadap corak musik Nidji antara lain L'Arc-en-ciel, Coldplay, Goo Goo Dolls, U2, Radiohead, Smashing Pumpkins, The Verve, Dave Matthews, The Killers, dan Keane. ''Kami memang terpengaruh dengan band-band asal Inggris. Salah satunya Coldplay. Tapi, tentu saja kami tidak ingin meniru, apalagi menjadi seperti mereka,'' ungkap Giring yang berambut kribo ini.
''Nidji sangat merefleksikan warna musik mereka yang beragam serta berbeda satu sama lain, namun bisa membiaskannya dalam satu warna musik,'' ujar Bu Acin ini saat peluncuran album perdana Nidji beberapa waktu lalu di Jakarta. Diungkapkan Bu Acin, album Breakthru tidak hanya beredar di Indonesia dengan single andalan lagu Sudah, tapi juga album Breakthru versi Inggris dengan lagu andalan Child yang beredar di Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Korea, dan Jepang.
''Baru-baru ini Nidji tampil di Malaysia dalam rangka mempromosikan album baru mereka tersebut. Dan, rencananya juga akan tampil di Singapura, Filipina, Thailand, Korea, dan Jepang. Hal ini merupakan langkah yang diambil untuk melebarkan sayap di kancah musik dunia,'' ungkap Bu Acin. Kini, Nidji boleh berbesar hati. Kabarnya, album perdana mereka telah mencapai angka penjualan kurang lebih 150 ribu kopi. (ruz )

Sumber:
Republika

Friday, July 21, 2006

Kolaborasi Romantis Nidji, Letto & Kerispatih

Lirik Sampai Nanti, Sampai Mati, sangat multi interpretatif -- bisa ditafsirkan sebagai lirik cinta, patah hati, persahabatan, bahkan tentang Tuhan -- dan sarat dengan pesan positif.
Pelaku industri rekaman paham benar prinsip ini; sukses sebuah band ―entah itu baru atau lama― tidak bisa diramalkan. Hitung-hitungan seilmiah apa pun juga tak bakalan sanggup menebak keberhasilan sebuah band.

Pun ketika Nidji menjejakkan tanahnya di industri musik lokal. Tak ada satupun yang berani meramal mereka bakal sukses. Status mereka sebagai pendatang baru makin membuat masa depan mereka susah ditebak. Tapi, lihatlah, dalam beberapa bulan terakhir nyaris semua penikmat musik di Indonesia, menyebut nama band yang digawangi Giring (vokal), Rama (gitar), Ariel (gitar), Randy (kibor), Andro (bas), dan Adri (dram). Musik Nidji yang mirip-mirip Coldplay, The Killers, Keane ―karena ini mereka kerap ditudingimitator― rupanya disambut hangat publik. Jangan heran kalau saban hari band asal Jakarta ini muncul di berbagai stasiun teve. Di layar gelas, dengan penuh semangat band ini mendendangkan hit Child atau Sudah.

Tak cuma di teve, di radio mereka pun berjaya. Tembang besutan Nidji punya frekuensi air play yang tinggi. Child dan Sudah pernah bergantian merasakan nikmatnya berada di puncak tangga lagu berbagai stasiun radio. Ada lagi. Nidji, kini termasuk salah satu band yang punya frekuensi manggung nan padat. Bagaimana dengan penjualan album? “Sampai saat ini album kami sudah dapat penghargaan gold ―penghargaan ini diberikan bila sebuah penyanyi band meraih angka penjualan 75.000 keping-- Lumayanlah, paling tidak kami sudah berada di wilayah aman sekarang,” ujar Rama. Catatan prestasi bisa dibilang luar biasa mengingat mereka belum seumur jagung masuk dalam industri rekaman.

Nidji ―yang diambil dari kosa kata Jepang Niji, yang berarti pelangi― terbentuk tahun 2002 lalu. Band ini terbentuk karena sering nongkrong di studio musik salah satu personelnya, Andro. “Dari sekian banyak musisi yang kumpul di sana, cuma kami berenam yang punya satu visi. Kami lalu sepakat membentuk Nidji,” ucap Ariel. Seperti band kebanyakan, Nidji kepengin punya album rekaman. Mereka lalu berinisiatif menyebarkan demo rekaman ke berbagai perusahaan rekaman. Tapi hasilnya nol besar. Tak satupun perusahaan rekaman yang mau merekrut mereka.

Lantaran tak juga mendapat respon dari perusahaan rekaman, mereka memberanikan diri membuat album yang diproduksi dan dirilis secara independen. “Tahun 2004 akhir kami merilis mini album. Isinya dua lagu, Heaven dan Child. Kami lempar 500 keping ke pasaran, album ini habis,” bilang Rama. Bakat besar Nidji tercium Musica Studio. Suatu kali ketika tampil di EX Plaza ―band ini kerap tampil di pusat perbelanjaan ini― penampilan mereka dilihat Indrawati Widjaya, atau akrab dipanggil Bu Acin, pemilik perusahaan rekaman Musica Studio's. “Waktu kami manggung, bu Acin kebetulan lewat lihat kami. Dia melihat kami sebanyak dua kali. Ia lalu mengirimkan orang. Kami lalu disuruh bikin demo rekaman,” cerita Giring. Lalu pada Juli 2005, mereka menandatangani kontrak dengan Musica's Studio.

Pengalaman pertamakali rekaman dan sukses, juga dialami Kerispatih. Lewat album Kejujuran Hati, band yang digawangi Sammy (vokal), Badai (piano, synthesizer), Andika (bas), Arief (gitar) dan Anton (dram). Singel album ini ―yang berjudul Kejujuran Hati-- mengena di hati publik. Maklum lagu ini memenuhi berbagai syarat buat diterima kuping di sini. Tempo medium dengan lirik romantis plus vokal renyah Sammy membuat lagu ini cepat diterima. Cuma bermodalkan hit Kejujuran Hati, Kerispatih melambung. Album debut Kerispatih sukses berat. Sekitar 300 ribu keping sudah ludes terjual. Ini angka yang tak pernah dibayangkan personel band ini. “Kami nggak pernah menyangka bisa menjual album sebanyak itu. Kalau ditanya apa rahasianya? Menurut saya lantaran musik romantisme yang kami usung. Jujur saja tembang bernapaskan romantisme, sangat digemari. Bisa jadi, inilah alasan kenapa banyak yang membeli album kami,” ujar Sammy yang pernah menjalin hubungan cinta dengan Nania Indonesian Idol. Bermodalkan awal yang cukup sukses, Kerispatih kini tengah menggarap album kedua yang juga bernapaskan romantisme. Album ini akan diluncurkan September-Oktober 2006, seusai tur di beberapa kota dan juga negara. Belajar dari pembuatan album pertama yang digarap dua minggu di studio rekaman, Sammy ingin pembuatan album kedua lebih matang. “Kami menanamkan prinsip: jangan pernah merasa puas. Yang pasti setiap hal ada kekurangan,” ujarnya. Sammy yang bernama lengkap Hendra Samuel Simorangkir itu menuturkan, album kedua nanti diisi dengan format musik yang lebih dewasa. Genre pop groovy yang dianut band yang semua personelnya jebolan Institut Musik Indonesia (IMI) akan tetap ditekuni dengan irama yang lebih tinggi.

Band lain yang bisa dibilang dapat atensi di album perdananya adalah Letto. Album debut band asal Yogyakarta ini, Truth, Cry, And Lie sampai kini telah terjual lebih dari 75.000 keping. Sukses band yang digawangi Noe (vokal) Patub (Guitar), Dedi (dram, perkusi), dan Arian (bas) ini jadi pembuktian, band asal Yogyakarta masih bisa berbicara banyak di kancah musik lokal. Sukses band ini terdongkrak setelah melempar singel Sampai Nanti, Sampai Mati. Tembang Sampai Nanti, Sampai Mati amat simpel dan mudah dicerna kuping. Kalau disimak, lagu ini punya keistimewaan. Ada nada-nada pentatonis yang cukup unik.Lirik Sampai Nanti, Sampai Mati, sangat multi interpretatif -- bisa ditafsirkan sebagai lirik cinta, patah hati, persahabatan, bahkan tentang Tuhan -- dan sarat dengan pesan positif. Band ini makin diperhitungkan setelah merilis singel Sandaran Hati dan Ruang Rindu. Maklum, lagu dengan tempo medium ini sangat klop dengan selera kuping penggemar musik lokal.

Meski album perdana mereka disambut gempita, Nidji, Letto, dan Kerispatih masih perlu pembuktian lebih supaya bisa menyejajarkan diri dengan band lain yang lebih dulu mapan. Buat jadi band mapan selain butuh waktu, ketiga band ini harus terus membuat karya yang apik.

Sumber:
bintang-indonesia.com

Tuesday, July 18, 2006

Konser XL & Hugo's Cafe: Sampai Mati Bersama Letto

Bisnis.com, 05 Jul 2006 04:35 wib

"Operator seluler yang sangat peduli dengan anak muda ini jumat malam lalu memanjakan para pelanggan setianya. Para pengguna kartu Bebas disuguhkan mini konser grup band Letto, bertempat di salah satu tempat pesta terkenal di Kota Pekanabaru, Hugo's Cafe. Group band yang terkenal dengan hitsnya 'Sampai Nanti Sampai Mati' memukau penonton yang tidak sabar menantikan kehadirannya malam itu."

Grup band yang sudah tidak asing lagi dan kerap tampil dalam acara-acara musik baik live maupun di stasiun televisi nasional ini membuka konser malam itu dengan cara yang berbeda pada setiap konser pada umumnya. kelompok musik yang terdiri dari Noe (vokal), Ari (bas), Agus Patub (gitar), dan Dedi (drum), tidak secara berbarengan tampil ke atas panggung, Noe tidak tampak menyapa penggemarnya malam itu, hal ini membuat suasana histeris dari beberapa orang penggemar. Mereka mencari dimana sang vokalis ini berada.

Tidak lama setelah itu, Noe yang juga anak kandung dari budayawan Emha Ainun Najib ini muncul dari kerumunan penonton. Berbagai lagu romantis dari album 'Truth, Cry and Lie' mengalun menyapa penonton malam itu.

Penampilan Letto ditengah ketatnya persaingan grup musik baru memang bukan hal yang kebetulan. Namun, sudah dirancang dengan konsep yang matang karena Letto memiliki keunikan lain dibanding kelompok musik lainnya. Selain tidak selalu terpaku kepada satu jenis aliran musik, mereka juga memiliki kekhasan dalam corak lagunya.

Lagu-lagu yang dibuat Letto diupayakan untuk selalu menangkap emosi yang berbeda. Keunikan Letto tak hanya dari warna musiknya, tapi juga bisa ditengok dari sejarah berdirinya kelompok musik ini, yang juga berlainan dengan jalur biasanya. Didirikan pada 2004 silam, cikal bakal Letto berawal dari pertemanan masing-masing personelnya sejak duduk di bangku sekolah menengah atas. Anehnya, mereka berkumpul bukan untuk bermain musik tapi untuk berteater. Kemudian mereka memberi nama grupnya ini dengan sebutan Letto yang secara harfiah sebenarnya tidak ada artinya sama sekali.

Letto lebih diidentikan dengan proses perjalanan berdirinya grup musik ini. Kiprah mereka di dunia teater kemudian berlanjut dengan keterlibatannya dengan kelompok Kyai Kanjeng pimpinan budayawan Emha Ainun Najib. Kendati begitu, proses perjalanan musik Letto tidak serta merta mengikuti aliran musik Kyai Kanjeng. Namun mereka tidak memungkiri adanya warna musik Kyai Kanjeng yang diadopsi, terutama musik-musik Jawa kuno dengan corak slendro dan pelog yang dipadukan dalam permainan instrumen modern. Sejak didirikan, Letto memang memiliki prinsip untuk selalu terbuka dengan kehadiran beberapa corak musik.

(Sumber: Tabloid Bisnis)

Konser Optimisme Cinta di Tulungagung

Radar Tulungagung, Rabu, 28 Juni 2006

Satu lagi grup papan atas menyapa music lovers Tulungagung, Letto. Grup band asal Kota Gudeg, Jogjakarta, itu dua malam lalu tampil romantis di hadapan penggemarnya di Hall Yudistira Barata.

Setidaknya, 12 lagu dikumandangkan Letto untuk memuaskan publik yang belakangan ini haus dengan kedatangan grup musik yang sering menghiasi layar kaca. Sekitar 500 lebih pasang mata lebih menyaksikan penampilan grup yang baru saja tampil di Sentul, Bogor itu.

Sejak pukul 19.00, penggemar sudah berada di mulut panggung. Mereka menunggu konser bertajuk Optimisme Cinta with Letto kerja bareng A Mild Live Production bersama
Jack Production itu.

Sebelum Letto melantunkan lagunya, terlebih dulu beberapa band lokal tampil menunjukkan kebolehannya. Seperti Yussel Band, Nu Deep Band dan lain sebagainya. Tembang bernuansa rap dan rock serta romantis menjadi ciri khas band-band tersebut. Tepat pukul 21.00, enam cowok berjalan di tengah-tengah kerumunan penonton. Salah satunya pemuda berambut gondrong berbaju jins biru yang ternyata bernama Noe. Dia langsung menyapa dengan lagu berjudul No One Talk Ab’ Love To Nite. Ya, lagu tersebut memang milik Letto yang menjadi hits single-nya. Cabikan Arian (bass) dan lentikan jemari Patub (melody) menjadikan suguhan Letto benar-benar istimewa, belum lagi hentakan bunyi drum, Dedi membuat hall seakan bergetar. Lighting dan penataan panggung juga menjadi keunggulan sendiri. Dua personel tambahan juga tak lupa diusung, Cornel (rithym) dan Uta (keyboard).

Lagu-lagu lain yang disuguhkan; Truth Cry and Lie, Sebenarnya Cinta, Ruang Rindu dan lain sebagainya. Kepandaian Noe membawakan lagu, menjadi magnet sendiri penampilannya di Kota Marmer ini. Terlebih ketika melantunkan lagu Sandaran Hati yang memang menjadi ciri khas Letto. Noe-pun tak banyak mengeluarkan tenaganya, pasalnya penggemarnya sudah dulu menghafal lagu yang tak asing lagi di telinga kaum muda. "Tulungagung, alangkah indahnya. Memberi nuansa sendiri bagi saya," kata Noe yang disambut dengan jeritan penggemarnya. Kurang lebih dua jam, Letto tampil di panggung. Sebagai lagu pamungkas, dikumandangkan Sampai Nanti Sampai Mati. (ziz)

(Sumber:
Radar Tulungagung)

Sekarang harus Sering mandi

Jawa Pos, Kamis, 13 Juli 2006.

Di tengah maraknya kemunculan band baru, nama Letto termasuk berhasil mencuri perhatian. Debut album perdana bertajuk Truth, Cry, and Lie sudah terjual 75 ribu keping sejak diedarkan Desember tahun lalu. Grup beranggota Dedy (drum), Noe (vokalis), Patub (gitar), dan Arian (bas) itu optimistis penjualan masih akan meningkat.

Terlebih, saat ini mereka baru saja merilis single ketiga, Ruang Rindu menyusul Sampai Nanti Sampai Mati dan Sandaran Hati. "Mudah-mudahan setelah peluncuran single ketiga, penjualan album bisa terus meningkat," ujar Noe saat bertandang ke Gedung Graha Pena Jakarta kemarin.

Nama Letto sendiri, dijelaskan Noe, tidak memiliki arti khusus. "Nama ini sebagai identitas. Banyak orang yang mencari arti dari nama sebuah band. Tapi, kami mencoba memberi arti untuk nama band kami yang tidak punya arti," jelas pria berambut gondrong itu.

Soal konsep, tutur Noe, band yang mulai terbentuk pada April 2004 itu tidak menetapkan aliran musik tertentu. "Kesukaan musik kami beda-beda. Ada yang suka, alternatif, jaz, malah ada juga yang nge-punk. Tapi, dari orang yang ngedengerin sih, musik kami Insya Allah pop," katanya.

Keempat pemuda itu menjalin persahabatan sejak masih duduk di bangku SMA. Kini setelah mulai dikenal banyak orang, mereka mengaku tidak mengalami perubahan yang mencolok.

"Paling kalau lagi di tempat umum, ada yang kenal sama kami. Tapi, yang paling terasa sih, kami jadi lebih sering mandi," kelakar Dedy yang disambut tawa teman-temannya. "Soalnya, kalau mau show, mandi. Mau pemotretan, mandi lagi. Begitu seterusnya," sambungnya.

Tidak sedikit band yang diawali pertemanan, namun karena ada ketidakcocokan dalam produksi, akhirnya berselisih atau malah pecah. Namun, Letto berharap kejadian itu tidak menimpa mereka.

"Band ini bagian kecil dari pertemanan kami. Jadi, kami bukan berteman karena band. Kalaupun satu saat nanti band ini bubar, kami tetap jadi teman," tandas Noe. (rie)

(sumber:
Jawa Pos)

Monday, July 17, 2006

Letto Mulai Unjuk Gigi.

Matahari makin condong ke arah barat. Langit tertutup arak-arakan warna hitam. Di ujung lapangan basket milik stasiun RCTI, empat pemuda sedang asyik lengak-lenggok. Puluhan pasang mata hampir tak berkedip merekam kejadian demi kejadian. Beberapa fotografer juga tak mau kalah berpacu mengabadikan pose-pose empat pria tersebut dalam frame kameranya. Merekalah para personil Letto, grup band asal Jogja yang beranggotakan Noe (Vokal, kibor), Patub (Gitar), Araimn (Bas) dan Dedy (Drum, Perkusi).

Apalah arti sebuah nama. Kalimat itu mungkin paling pas untuk menggambarkan grup band Letto yang mulai merangkul hati pecinta musik tanah air ini. Menurut mereka, pemilihan nama untuk grup hanya kebutuhan identitas. Karena itu mereka memilih nama yang simple dan tak perlu yang susah-susah. "Pas bangun tidur, tiba2 kok ketemu nama Letto, Persisnya April 2004," tukas Noe sang vokalis.

Awal terbentuknya vokalis Letto menurutnya bermula dari pertemanan antara Noe, Patub dan Arian yang ketiganya merupakan satu sekolahan di SMA 7 Jogja dan lulus tahun 1997. Sedangkan Dedy baru menyusul kemudian karena kebetulan dia adik kandung Patub.

Magnet perkawanan empat pemuda itu semakin mengental saat diserahi mengelola studio recording Geese di Yogyakarta. Di studio itu mereka bergelut dengan musik hingga mereka paham sekali proses mixing, mastering dan memproduksi musik.

Sebelum bermain band, mereka sebetulnya lebih akrab dengan musik-musik tradisional. lantas Musica kemudian menawari mereka untuk membuat album sendiri. "Setelah mendapat tawaran dari Musica, kit akaget, bersyukur, buat band dan baru buat nama." ujar Patub. Jarak antara masuk kompilasi Pilih 2004 dengan album Letto kurang lebih satu tahun. Waktu satu tahun itu dimanfaatkan personil Letto untuk mengumpulkan materi-materi lagu. "Kebetulan anak-anak Letto memang suka berkutat dengan musik. Makanya sudah punya bayangan sehingga mempermudah mengumpulkan materi," sambar Arian.

Sebetulnya mereka berangkat dari latar belakang musik yang berbeda-beda. Arian suka dengan Punk dan Jazz, Dedy memilih model musik anak muda jaman sekarang Top Forty, Alternative. patub suka musik tahun 70-an. Sedang Noe sendiri lebih patuh pada ilustrasi musik New Age, instrumental. Makanya personil Letto menyepakati konsep musik yang demokratis dan tak ada yang menganggap dirinya dominan. "Kita satu sama lain tidak mau memaksakan karakter musik masing-masing. Semuanya diberikan ruang kreasi," ujar Dedy.

Untuk penggarapan lagu, mereka tak perlu jauh-jauh menyepi ke gunung. Cukup mengambil realita kehidupan sehari-hari sudah sangat banyak untuk bisa ditulis dan bisa jadi sesuatu. "Memang dalam prosesnya, ada yang liriknya dulu, lalu konsep lagunya dulu. namun ada juga yang jalan bareng." jelas sang vokalis.

Untuk aransemen, mereka mengerjakan bersama-sama. Tak heran jika masing-masing membawa pengaruh dalam setiap lagu. Tak semuanya bukan asal bunyi. Apalagi didukung dengan vokal Noe yang melankolis tapi tidak cengeng. "Dasarnya melakukan semua ini karena kita bertanggung jawab terhadap kesempatan yang terbuka. Waktu itu niat untuk bermain musik memang menggebu, tapi belum ada bayangan untuk masuk industri," celetuk Patub.

Separuh album Letto memang berbahasa Inggris. Namun mereka menegaskan kalau ini sebenarnya bukan gaya-gayaan. "Ini adalah kreativitas jujur yang mengalir," tukas Noe. bahkan dalam musik mereka, terselip khasanah etnik yang dikawinkan dengan permainan instrumentmodern. Hasilnya sebuah karakter musik yang beda, namun tetap enak untuk dinikmati. "Kita tak membuat perbedaan, tapi membiarkan perbedaan itu muncul. Karena pada dasarnya setiap manusia beda," lanjut Noe.

Jika menyimak lagu Sampai Mati, Sampai Nanti yang menjadi single pertama album Letto, lagiu itu bertutur tentang sikap optimistis menghadapi hidup. Walau begitu, mereka tidak mau menjadi pengkhotbah. Lirik-lirik puitis dalam lagu Sandaran hati, U&I, Insensitivr dan No One Talk About Love bergaya puitis. Semua digarap oleh Noe. "Kami anak ndeso. Tidak pernah berfikir yang muluk-muluk. Semua mengalir dengan kata bathin," katanya.

(Sumber: Genie)

Profil Letto: Sabrang Mowo Damar Panuluh (Noe)

Noe, Menganggap Cak Nun Sebagai Teman Ketimbang Ortu.

Kata demi kata, kalimat demi kalimat menyembur dari mulut basah pemuda bercelana Jeans yang sobek-sobek dari pangkal paha hingga menyentuh mata kaki ini. Sesekali bahasanya beraroma sastra. Lain kali terdengar begitu teoritis dan matematis. Namun tak jarang ia mengumbar plesetan dan canda ria dengan logat jawanya yang begitu kental. Jari-jari tangan kanannya menjepit sebatang rokokputih. Sosok ini tak lain adalah Sabrang Mowo Damar Panuluh alias Noe, vokalis grup band Letto yang tengah merangkak naik.

Ternyata, vokalis grup band ini adalah putra budayawan Emha Ainun Najib hasil perkawinannya dengan Neneng. Rupanya gaya pendidikan Cak Nun (panggilan Emha) begitu membekas terhadap anaknya. Saat berbincang, Noe menyebut ayahnya dengan inisial CN (kependekan dari Cak Nun).

"Sejak kecil hingga sebesar ini, belum pernah dia memerintah harus begini atau begitu. Dia selalu mengajarkan dasar pemikiran yang jelas. Segala sesuatu harus mulai dengan. Mau main hujan aja harus tau alasannya apa," papar lelaki berzodiak Gemini itu.

Menurutnya CN membekali banyak hal, termasuk mendekatkan dirinya pada Tuhan. Tapi jangan bayangkan budayawan mbeling itu menyuruh anaknya Sholat, ngaji atau perintah-perintah akhirat yang sejenisnya.
"Untuk urusan spiritual, CN mengajari saya bagaimana menjadikan Tuhan sebagai teman. Misalnya saat melihat rumput yang tumbuh. CN mengatakan itu bukan saja proses alam, melainkan proses Tuhan juga ada di situ" tukas penyuka makanan Sushi ini.
"CN mengajarkan bagaimana hidup dan memahami masalah. Ibarat komputer, CN bukan memberi data, tapi membentuk processor. Sehingga apapun yang masuk menjadi jelas karena processor-nya jelas. Makanya saya lebih menganggap CN sebagai teman dari pada sebagai orang tua," lanjutnya.

Sejak kecil Noe, tinggal di Metro daerah Lampung. Saat menginjak umur 6 tahun, orangtuanya memutuskan untuk bercerai. Noe menjadi korban broken home? Ternyata tidak. Memang alumnus SD 1 Yosomulyo, Lampung itu sempat bertanya-tanya tentang hubungan kedua orang tuanya. Sehingga wajar ketika Noe kecil makin sering diskusi dengan CN. Untungnya CN bisa menggiring anaknya untuk percayaakan keputusan cerai terhadap istri pertamanya.

"Saya tidak menerima itu sebagai suatu perpisahan. Karena CN sering datang ke lampung. Hubungan mereka tetap seperti saudara. sampai sekarangpun tetap baik," kata alumnus SMP Xaverius Metro Lampung ini. Noe mengaku tidak merasa punya pengalaman traumatis kehancuran bahtera rumah tangga kedua orangtuanya. Dia melihat itu dengan jernih dan menganggapnya sebagai keputusan logis, bukan emosional semata.
"Yang terbaik emang seperti itu. kalaupun mereka pisah saya nggak merasa kehilangan apapun," terang anak pertama dari empat bersaudara ini.

Setelah lulus SMP, Noe memutuskan untuk melanjutkan studinya ke Jogja. Tahun 1998, kemudian Noe melanjutkan jenjang pendidikannya ke University of Alberta, Kanada dengan mengambil konsentrasi bidang Matematika. Namun rupanya, kakak dari Haya, Obal dan Rampak ini belum puas. Selain itu, karena otaknya yang eamng terbilang encer, Noe menambah konsentrasi di bidang lain yakni Kimia. Selain itu di negeri bule itu, Noe belajar tentang musik teknologi.

Tahun 2004, vokalis yang bercita-cita ingin memiliki pusat riset ilmu pengetahuan ini kembali ke tanah tampah darahnya.
"Ide-ide tentang ilmu yang dulu saya pelajari di Kanada tak kumpulin di HP. Entah kapan punya kesempatan untuk merealisasikan ide itu." tandas cucu dari Pak kami dan Bu Kami ini.

Noe mengaku sebenernya ia bukan orang yang punya talent di dunia musik dan hanya sebatas suka mendengarkan musik. Sebelumya ia lebih enjoy menjadi sosok di belakang layar dari pada tampil di atas hiruk-pikuk panggung. Semuanya bermula ketika pamannya memberikan kaset bekas kumpulan lagu-lagu Queen. Saat itu dia masih duduk di bangku SMP. Setelah mendengarkan berulang kali, akhirnya dia punya pikiran bagaimana membuat musik yang bisa menggerakkan rasa dan menggerakkan perasaan orang lain. Mulailah Noe bersentuhan dengan keyboard, alat yang pertama ia sentuh.

"Sebenernya aku gak iso nyanyi. Karena kebetulan saat bikin lagu, tidah ada yang nyanyi. jadi sebenernya terpaksa. lantas kemudian ketika memasuki wilayah industri, harus nyanyi," canda pria kelahiran 10 Juni 1979 ini. Sebagai tempat pelampiasan bermusik, Noe memanfaatkan studio Kyai Kanjeng, grup musik milik ayahnya sebagi tempat praktiknya. Kreasi hobinya tak sia-sia. Lagu-lagu yang sekarang ngetop dibawakan Letto merupakan hasil kreativitasnya.
"Dari studio Kanjeng, saya bisa ngerti bagaimana mixing, mastering dan memproduksi musik," ungkap anak tiri bintang sinetron Novia Kolopaking itu.

Seiring dengan berjalannya waktu, penyuka aktor Morgan Freeman ini meyadari akan segala kekurangan skill-nya di ranah musik. Tuntutan belajarpun mulai menggelisahkan dirinya. Penggalian bakat mulai dilakukan dengan lebig serius. Beruntung Noe tipe orang yang tak malu-malu bertanya dan belajar.
"Saya belajar kepada ibu Bertha. Menimba ilmu dengan siapa saja. Malah kalo ketemu Rendra, saya banyak belajar dari dia bagaimana mengangkat performance di atas panggung," akunya.

Saat ditanya tentang keterlibatan dengan narkoba, Noe menjawab seperti diplomat ulung, "Semua orang tau bahwa api itu panas. Apa perlu membuktikan sendiri kalo api itu panas. Begitu juga narkoba. saya sudah melihat sendiri bagaimana efek yang ditimbulkan narkoba," katanya.

Noe pun kini merasa senang dengan respons masyarakat terhadap karya dirinya dan teman-temannya di grup band Letto. Tapi ia tak mau semua itu nantinya malah akan mengubah siapa mereka sebenarnya.

Nama Lengkap: Sabrang Mowo Damar Panuluh (Noe)
Tanggal Lahir: Jogjakarta, 10 Juni 1979
Posisi: Vokalis dan Keyboard
Musik Fave: Queen, Yani, Kitaro
Sekolah: SD 1 Yosomulyo Lampung, SMP Xaverius Metro Lampung, SMA 7 Jogja, University of Alberta Kanada
Friendster: http://www.friendster.com/user.php?uid=1628387
Mobile: +6281227xxxxx

(Sumber: Genie, photo: Tam)

Friday, July 14, 2006

Foto-Foto Musik Special SCTV

Noe Letto & Giring Nidji

Letto @ Sandaran Hati


Letto @ Sampai Nanti Sampai Mati


Letto @ Ruang Rindu


Letto @ I'll Find A Way


Kolaborasi Nidji, Letto & Kerispatih

Nidji

Foto-foto lain menyusul ya.... nanti boleh ditengok di SINI

Thursday, July 13, 2006

Musik Spesial SCTV: Bicara Cinta Bersama Letto, Nidji & Kerispatih


SAATNYA bicara cinta.
Tak cuma soal kebahagiaan, tapi juga kepedihan.
Malam nanti, tiga band baru yang tengah naik daun akan mengajak Anda menyelami arti cinta.
Ada Nidji dengan musik "pelanginya", Kerispatih yang akan melantunkan tembang classy-nya, dan musik Letto yang mengawinkan nada-nada pentatonik gamelan dengan musik modern.

Nidji. Meski terbilang anyar, grup yang mengusung konsep musik alternative pop ini ternyata sudah punya jadwal manggung yang sangat padat.
Tak mengherankan, mengingat performa Giring (vokal), Rama (gitar), Ariel (gitar), Randy (kibor), Andro (bas), dan Andri (drum) di atas panggung memang patut diacungi jempol.
Hebatnya lagi, gramatikal Inggris mereka begitu kaya.
Hingga label yang menaungi mereka berani merilis album debut ini dalam 2 versi: full-Inggris dan campuran Indonesia-Inggris.

Band yang juga terbilang pendatang baru adalah Kerispatih.
Grup yang 100% terdiri atas mahasiswa IMI ini memang beruntung.
Baru saja merilis album pertama bertajuk Kejujuran Hati, penggemarnya sudah melimpah.
Lagu band yang digawangi Sammy (vokal), Badai (piano, synthesizer), Andika (bas), Arief (gitar), dan Anton (drum) ini memang punya kekuatan, romantis dan classy.

Sementara, band lain yang dapat perhatian di album perdananya adalah Letto.
Sebenarnya mereka bukan band baru.
Sebelumnya Noe (vokal/kibor), Patub (gitar), Arian (bass), dan Dedi (drum) pernah masuk di kompilasi Pilih 2004 dengan menyodorkan tembang berbahasa Inggris I`ll Find Away yang mendapat sambutan cukup bagus.
Dan kini, mereka diberi kesempatan untuk merilis album utuh yang diberi titel Truth, Cry, and Lie yang ternyata sukses terjual lebih dari 75 ribu keping.

Lantas, seromantis apa kalau tiga band pendatang baru ini bicara cinta dalam satu panggung? Tunggu nanti malam, dan biarkan aksi mereka yang menjawabnya.

Profil Letto: Dedy Riyono (Dedy)

Cowok kelahiran Yogyakarta, 23 januari 1987 ini merupakan personel Letto yang paling muda. Iapun mengaku 'tercebur' ke jalur musik lantaran Patub, kakaknya yang merupakan gitaris Letto sering memutar lagu-lagu Queen di kamarnya.
"Kebetulan sejak kecil, aku memang sekamar sama Patub. Setiap hari, dia sering banget muterin lagu-lagunya Queen. Mungkin dari situ akhirnya aku juga suka musik." cerita Dedy.

Tentang keahliannya menggebuk drum, Dedy bercerita kalau itu bermula lantaran sejak TK, ia sudah mulai aktif mengikuti drumband di sekolahnya.

"Dulu tuh aku nggak mau masuk TK yang nggak ada drumband-nya. Waktu masuk SD jug abegitu. Sampai Kelas 2 SD, aku ikutan drumband. Setelah itu aku sudah mulai ikut-ikutan ngejams sama anak-anak Letto yang sekarang." cerita Dedy yang mengaku tidak pernah mengikuti sekolah formal khusus drum.
"Jadi memang otodidak aja. Mungkin karena aku sudah sering latihan drumband, jadinya tidak terlalu mengalami kesulitan," jelas putera kedua dari pasangan Muntarno dan Suryati ini.

Di luar kegiatan bermusiknya, Dedy kini tercatat sebagai mahasisiwa semester 2 Universitas Muhamadiyah Yogyakarta Jurusan Advertising.

Namun lantaran jadwal manggung grup Letto semakin padat, Dedy mengaku kesulitan mengatur jadwal kuliahnya. "Wah pokoknya keteteran banget deh. Mungkin semester depan aku mau ambil cuti dulu. Soalnya sayang banget kalau ditinggalin," kata Dedy yang masih tetap tinggal di Yogya bersama teman-temannya itu.

Tentang alasannya memilih jurusan advertising, Dedy mengaku ingin berwiraswasta selepas lulus nanti. "Aku ambil jurusan itu karena aku ngeliat mungkin itu yang berpeluang paling gede buat berwiraswasta. Jadi kalu sudah lulus, aku sih kepinginnya bisa ngejalanin dua-duanya, bermusik dan berwiraswasta, " harap dedy

Anak seorang distributor besi baja di Yogyakarta ini mengaku, tidak ada yang berubah dalam dirinya semenjak ia dikenal banyak orang bersama grup letto. setiap pulang ke Yogya, Dedy masih sering nongkrong di angkringan, atau berkumpul dengan teman2 lamanya.

Hanya saja ia kerap digoda teman2nya bila sedang ngumpul.
"Kadang mereka yang ngeceng-in, ada artis ada artis...Akunya sih biasa aja karena mereka memamg nggak ada yang berubah. Ya, paling sekarang udah bisa ngebanyangin hidup sendiri aja dan tidak minta uang jajan sama orang tua lagi " Jelas pengagum Warkop DKI ini.

Namun, ada beberapa sifat yang menurut Dedy sangat mengganggu dan belum bisa dihilangkan dari dirinya, yaitu pelupa, pendendam dan plin plan " kalau pendendam, sekarang sudah mulai bisa diatasi. tapi kalau plin plan dan pelupa, itu masih berat. malah saking pelupanya, aku sampai lupa kalau aku ada ujian dikampus. untungnya, aku nggak pernah lupa manggung karena managerku banget ngingetin, " kata Dedy.

Nama lengkap: Dedy Riyono (Dedy)
Tanggal Lahir: Jogjakarta, 23 Januari 1987
Posisi: Drum
Sekolah: Advertising UMY Jogjakarta
Friendster: http://www.friendster.com/20775827
Email: iki_dhedot@yahoo.com
Mobile: +628564314XXXX

Tuesday, July 11, 2006

Profil Letto: Agus Riyono (Patub)

Personil Letto yang biasa disebut Patub ini mengaku sudah mengenal dunia musik sejak masuk TK di Taman Siswa Yogyakarta.
Terjun ke dunia Band dimulai sejak ia duduk di bangku SMP dan sering memainkan lagu-lagu milik Koes Plus.
Kemudian pengenalan akan musik berlanjut ke aliran rock seperti Scorpion, Queen dan Led Zeppellin.

Ketika bangku kuliah, cowok kelahiran 2 Agustus 1979 ini mengubah aliran musik lebih ke arah classic rock.
Ia juga mengaku sempat merasakan menjadi drumer, tetapi hanya sesaat.
Sebab lama kelamaan ia lebih fokus ke gitar sampai akhirnya bergabung di LETTO.
Patub mengaku belajar musik secara otodidak.
Sebenarnya, patub yang berperawakan kurus ini ingin sekolah formal dibidang musik agar bisa mengetahui teknik dan metode main gitar yang benar.
Hanya saja, keinginan sarjana pertanian UGM tersebut belum kesampaian lantaran sibuk show LETTO yang padat sekali.

Kini patub sibuk dengan kegiatan mengurus studio rekaman Geese Studio.
Tak hanya sekedar rekaman saja, tapi juga Geese studio menjadi base camp-nya LETTO di Yogyakarta dan sebagai tempat bertemu serta terbentuknya LETTO.
Patub pun sangat antusias dengan studionya karena bisa dijadikan pekerjaan sekaligus sebagai wadah menyalurkan hobbi.

" Sebenarnya studio itu punya orang. Sejak tahun 1999, kita latihan di Geese Studio. Letto terbentuk juga disana. Dan kita dituntut harus bisa dan mengembangkan bakat sampai mengoperasionalisasikan sistem studio mulai dari recording, mixing, hingga mastering studio. Tapi belakangan studio sempat terbengkalai karena kesibukan LETTO beberapa bulan ini, " jelas Patub yang awalnya bekerja sebagai operator studio dan sound engineer.

Nama Lengkap : Agus Riyono (Patub)
Sekolah : SD Tamanmuda, SMPN 2, SMAN 7, Pertanian UGM
Tempat & Tgl Lahir : Jogjakarta, 2 Agustus 1979
Posisi : Electric & Acoustic Guitar
Music Fave : Scorpion, Queen dan Led Zeppellin
Friendster : http://www.friendster.com/14985640
Mobile: +628157881XXXX

Monday, July 10, 2006

Profil Letto: Ari Prastowo (Arian)

Selain kota pendidikan, Yogyakarta juga dikenal sebagai kota yang memiliki jiwa seni yang tinggi, baik itu kesenian tradisional maupun kesenian modern. Dan itu juga yang dirasakan pembetot bass grup LETTO ini. bahkan ia mengaku darah seni yang dimilikinya sudah ia rasakan sejak masih dalam kandungan. Ibunya yang merupakan penabuh kendang rupanya sering main gamelan bersama grupnya waktu mengandungnya.

"Menurut orangtuaku sih waktu ibuku mengandung, dia lagi kenceng-kencengnya mentas gamelan", cerita pria bernama lengkap Ari Prastowo ini.

Dari kecil, pria yang biasa disapa Arian ini sudah sangat kenal dengan seni, khususnya kesenia tradisional gamelan. Hampir seluruh keluarganya, mulai dari neneknya sampai cucu-cucunya sangat suka bermain gamelan.
"Alhamdulillah, aku sekeluarga suka banget main gamelan. Keluarga juga mempunyai satu set alat gamelan dan bagi aku itu merupakan anugerah yang bisa memberiku kenikmatan tersendiri," ujarnya.

Menurut Arian, kedua orang tuanya mulai mengajarkan seni gamelan sejak ia masih kecil hingga kelas 3 SMP. Namun awalnya, bukan musik yang ia tekuni, tetapi juga seni teater. Aku juga mulai beli gitar akustik dan berlanjut ke musik kontemporer," kata pria kelahiran Bantul, 27 Maret 1979 ini.

Arian mengaku sebenarnyacita-cita awalnya adalah ingin menjadi gitaris. "Pokoknya elektrik gitar dan lead gitar, Tapi kemudian aku main Bas dan dari situ aku berusaha memendam egoku menjadi gitaris", katanya.

Dalam karir bermusiknyaa, Arian mengaku mengalami perubahan yang sangat besar, yaitu dari musik tradisional yang ditekuninya sejak kecil, hingga akhirnya beralih ke musik modern. Namun perpindahannya itu ditanggapinya sebagai sebuah proses perjalanan karir. "Sebenernya aku dulu diajarin sama keluarga tuh musik gamelan, dan baru SMU aku menemukan wajah-wajah baru dalam seni. Dan kebetulan akhirnya masuk ke musik seperti ini", katanya.

Meski begitu, orangtuanya tidak lantas menentang pilihan jenis musiknya itu. "Orangtuaku selalu mendukung dan tidak ada pertentangan," tegas mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Jurusan Admisitrasi Niaga ini.



Nama lengkap : Ari Prastowo (Arian)
Posisi : Electric Bass
Tempat/ tgl lahir : Bantul, 27 Maret 1979
Musik fave : Jazz, punk & Clasic Rock
Status : Mahasiswa Administrasi Niaga UGM Angkatan 98
Friendster :
http://www.friendster.com/basscamp
Mobile: +62815798xxxx

Friday, July 07, 2006

Kord Gitar: Sampai Nanti Sampai Mati

Intro: D GM7 (2x)
D GM7
Kalau kau pernah takut mati... sama...
D GM7
Kalau kau pernah patah hati...aku...juga...iya
D GM7
Dan sering kali sial datang dan pergi...
D GM7
Tan...pa permisi... kepadamu...
D GM7 D GM7
Suasana hati... tak peduli...

Int: D GM7 (2X)
D GM7
Kalau kau kejar mimpimu... salut
D GM7
Kalau kau ingin berhenti... ingat 'tuk mulai lagi...
D GM7
Tetap semangat ... dan teguhkan hati...
D GM7 D GM7
Di... setiap hari... sampai nanti... sampai mati...
F G Am Bb
Kadang... memang... cinta yang terbagi...
F G Am Bb F G Am Bb
Kadang... memang... sering... kali... mimpi tak terpenuhi...
F G Am Bb
Sering kali...

Int: D GM7 (4x)
D Gm7
Tetap semangat ... dan teguhkan hati...
D GM7
Di... setiap hari...sampai nanti...
D GM7
Tetap melangkah... dan keraskan hati...
D GM7 D GM7 D
Di... setiap hari... sampai nanti... sampai nanti... sampai mati...

Kord Gitar: Sandaran Hati


Intro: F#m A (2x)

F#m A
Yakinkah ku berdiri, di hampa tanpa sepi

F#m F A
Bolehkah aku mendengarmu

F#m A
Terkubur dalam emosi, tanpa bisa sembunyi

F#m E A
Aku dan nafasku merindukanmu


Int: F#m A F#m E A

F#m A
Terpurukku di sini, teraniaya sepi

F#m E A
Dan kutahu pasti kau menemani… yeah

D E
Dalam hidupku, kesendirianku

F#m A
Reff: Teringat ku teringat, pada janjimu ku terikat

D F#m E
Hanya sekejap ku berdiri, kulakukan sepenuh hati

F#m A
Tak peduli ku tak peduli, siang dan malam yang berganti

D F#m E
Sedihku ini tiada arti, jika kaulah sandaran hati

F#m E
Kaulah sandaran hati

Int: F#m A

F#m A
Inikah yang kau mau, benarkah ini janjimu

F#m E A
Hanya engkau yang ku tuju

F#m A
Pegang erat tanganku, bimbing langkah kakiku

F#m E A D E
Aku hilang arah tanpa hadirmu, dalam gelapnya malam hariku

Kembali ke Reff:
Coda: F# A

Monday, July 03, 2006

Konser Di Batam: Siapa Yang Takut Mati

01 Juli 2006. HAYO...siapa yang takut mati? Begitulah ucapan Noe ketika akan menyanyikan lagu Sampai Nanti Sampai Mati dalam konser Letto Tour Sumatra yang digelar di No Name Cafe, Kamis (29/6/2006) malam.
Tak pelak semua pengunjung No Name pun tertawa mendengarnya. Tapi tawa itu langsung berganti dengan teriakan histeris ketika Noe mulai melantunkan lagu andalan grup band asal Yogyakarta itu.

Sebelum lagu ini, pengunjung sebelumnya sudah dibius dengan beberapa lantunan lagu yang diambil dari album perdana mereka berjudul Truth, Cry and Lie. Lagu-lagu seperti Sandaran Hati, Ruang Rindu, U and I, I'll find It dan tentu saja lagu Sampai Nanti Sampai Mati pun semakin membuat suasana terhanyut.
Bahkan ada seorang penonton yang langsung maju ke depan, begitu Noe memintanya untuk menyanyikan reff lagu Sandaran Hati. "Nanti yang bisa menyanyikan reff lagu ini akan dapat ciuman dari Dedy (drummer Letto, red)," papar Noe.

Kontan saja seorang cewek langsung maju ke depan dan menyanyikan lagu itu dengan fasih. Bahkan para personel Letto memainkan reff lagu itu dengan irama dangdut.
"Ya oke, sudah ya. Bagi kalian semua nanti kalau cewek ini ikut KDI (Kontes Dangdut Indonesia, red) jangan lupa dipilih ya," pinta Noe. "Nanti hadiah ciumannya habis konser aja," sambungnya. Pengunjung pun tertawa mendengar gurauan itu.

Konser yang berlangsung sekitar satu jam itu mampu memuaskan pengunjung yang harus membayar tiket seharga Rp 70 ribu itu.
"Saya tadi cuma khawatir suara saya keluar atau tidak, karena pengunjungnya sangat banyak, sedangkan ruangan tak terlalu besar," ujar Noe kepada Tribun usai acara.

"Tapi untungnya, semua berjalan lancar, dan alhamdulilah para penonton sepertinya suka dengan suguhan kami. Kami harap bisa datang kembali dengan even yang lebih besar, tentu saja untuk memuaskan penonton kami di Batam," tambahnya.

(sumber: tribun batam)

Konser di Batam: Letto Usung Konsep Sederhana

PENAMPILAN sederhana dan apa adanya masih tetap dijalani grup band Letto, kendati mereka sudah bisa disebut sebagai artis. Dari kesederhanaan itulah mereka mampu menjadi band yang berbeda di blantika musik tanah air.
"Kami memang ingin menyuguhkan sesuatu yang berbeda, dan kami tak ingin disebut sebagai artis, karena kami ingin tampil apa adanya saja," ujar Aldi, manajer Letto.

Grup band asal Yogyakarta yang berulangkali mengaku nama band-nya tak punya arti ini, sudah berhasil menjual album pertamanya yang berjudul Truth, Cry and Lie sebanyak 63 ribu kopi.
"Kami belum tahu bisa dibilang sukses atau tidak, karena tolok ukurnya berbeda-beda. Tapi yang pasti kami ingin memberikan yang terbaik," papar Noe, sang vokalis.

Kesederhanaan itu terlihat dari para personel Letto yang tetap mau menyiapkan semua peralatan musik sebelum mereka melakukan check sound.
"Memang saya ingin seperti itu, jadi kami tidak merasa diri menjadi artis. Kalau sudah merasa diri menjadi artis, inginnya selalu yang baik-baik saja dan hanya tahu beres," jelas Aldi lagi.
"Kami ingin terus menyadari jika kami ingin tampil sederhana, karena kami juga hidup dari orang-orang yang sederhana. Tanpa mereka, kami bukan apa-apa," sambungnya.
Aldi mengaku, setiap bulannya, Letto selalu mengadakan konser infaq, atau konser gratisan. "Semuanya full tidak dibayar, tapi kami hanya dibiayai ongkos akomodasi dan transportasi. Supaya kami tetap tahu kalau orang-orang sederhanalah yang membuat kami ada," tutur Aldi.

Menurut Wiwiek Tandiono, Manager NoName, konser ini diadakan karena agenda bulanan yang menghadirkan para artis dari Jakarta. "Kebetulan kami dihubungi untuk saat mereka hendak tampil pertama kalinya di Batam, dan kami pun siap menerimanya," terangnya.
Menurut Alex Burnama selaku Area Sales Cooperation Coordinator XL Sumatera 2 menjelaskan, konser ini merupakan program reguler yang dilaksanakan XL untuk para pelanggannya. Kali ini ditujukan khusus bagi pengguna kartu XL dan masyarakat umum.

"Ini merupakan program pertama dalam bentuk reward bagi para pelanggar XL bebas dan rencananya program ini akan dilakukan secara rutin," jelasnya.

(sumber; tribun batam)

Konser di Batam: Letto Bawakan 10 Lagu Cinta

BATAM, 29 Juni 2006 - Aliran musik Brith Pop kini tidak memang cukup merambah dunia musik internasional. Apalagi setelah grup musik Cold Play sukses di pasaran pecinta musik dunia. Di Indonesia saja, sudah ada Nidji dan Letto yang memiliki aliran musik serupa.

Nama Letto sebagai grup band yang mengusung aliran brith pop kini memang sedang naik daun. Mengusung album yang diberi judul Truth, Cry, and Lie, Letto akan tampil di Batam dalam acara Letto Tour Sumatera (Goes to Batam), Kamis (29/6) di No Name Cafe.
Grup asal Jogja ini siap menampilkan beberapa lagu dari albumnya seperti I'll Find A Way, You And I, Truth Cry and Lie, hingga lagu yang sedang hits seperti Sampai Nanti Sampai Mati dan Ruang Rindu.

Dalam acara yang diadakan oleh XL dan Hanggar Event Management Bali, band asal Jogja ini akan main di No Name Cafe bersama dengan home band dan DJ Hard Rock Cafe Bali, DJ James. Letto yang dikawangi oleh Noe pada vokal dan keyboard, Patub pada gitar, Arian pada bas, dan Deni pada drum dan perkusi ini siap menyapa penikmat musiknya di kota Batam untuk tampil mulai pukul 21.30 WIB.

Road show Letto di Kota Batam ini merupakan yang terakhir dalam penampilan mereka Letto Tour Sumatera In Road Show 2006. Sementara itu sebelumnya, Letto juga telah pernah tampil di Makassar, Palembang, Jambi, Medan, Pekanbaru, dan Manado

Konser Letto XL di Noname Cafe

Batam, 29.06.2006 - Kalau kau pernah takut mati....sama, kalau kau pernah patah hati... aku juga iya....Syair milik Letto yang bertajuk Sampai Nanti, Sampai Mati ini mungkin tidak asing lagi di telinga Anda.

Jika selama ini Anda mendengarkan dan melihat penyanyinya hanya dari radio, caset, VCD, atau TV, maka Kamis (29/6) malam ini, Anda bisa menyaksikan langsung di Noname Cafe, Hotel Harmoni. Anda bisa mendengarkan lantunannya secara langsung yang dibawakan Noe, sang vokalis Letto.

Konser indoor ini diselenggarakan operator seluler PT Exelcomindo Pratama (XL) regional 2 Sumatera, khusus bagi pengguna kartu prabayar Bebas (salah satu produk XL). Malam nanti, grup band yang beranggotakan Sabrang Mowo Damar atau lebih akrab disapa Noe (Vokal), Patub (Guitar), Dedi (Drum, perkusi), dan Arian (Bass) akan membawakan 12 lagu, diantaranya Truth, Cry and Lie,Sandaran Hati, Insentive, Ruang Rindu, dan tidak ketinggalan Sampai Nanti, Sampai Mati.
Alex Burnama selaku Area Sales Cooperation Coordinator XL Sumatera 2 menjelaskan, konser ini merupakan program reguler yang dilaksanakan XL untuk para pelanggannya. Kali ini ditujukan khusus bagi pengguna kartu XL dan masyarakat umum.

Konser Letto yang akan dimulai sekitar pukul 21.00 WIB memang agak terbatas karena ruang yang tersedia hanya berkapasitas 300 orang. Sebanyak 200 tiket telah diberikan kepada undangan yang tidak lain pelanggan setia XL Bebas, sementara 100 tiket lagi akan dijual di tempat malam ini mulai pukul 22.00 WIB.
Harga tiketnya Rp 70 ribu dan pengunjung akan mendapatkan satu kartu perdana XL Bebas dengan isi pulsa Rp 10 ribu. Bagi undangan yang membawa kartu perdana XL Bebas akan mendapatkan gratis pulsa senilai Rp 10 ribu di pintu masuk Noname.

"Pengunjung yang membeli tiket di tempat juga akan mendapatkan gratis minuman,"kata Alex saat dihubungi Tribun malam tadi (28/6).(nix)

Konser Di Makasar: Letto Tampil Memukau di Score!

-- 10 Jun 2006, MAKASSAR --
Tidak seperti malam biasanya, Kamis, 8 Juni kemarin malam, Letto, band pendatang baru Indonesia hadir menghibur para pengunjung Score! dalam balutan harmonisasi musik uniknya, yang dikemas dalam even Clas Mild duabelas Pas!!! Letto, Live in The Road Show.
Letto yang malam itu hadir dengan personel lengkap, Fathur, Ardian, Dedy, Noe dan seorang additional players keyboard, Utha, cukup menarik perhatian dalam balutan kostum casual, khas Letto.

Dengan topi, jas, t-shirt dan jeans belel, Noe memulai aksinya dengan menyanyikan No One Talk About Love, disusul Heart Breaker di lagu kedua. Sontak kehadiran Letto langsung menyita perhatian seluruh pengunjung Score!, yang malam itu cukup ramai.

Sadar, lagu-lagu Letto belum begitu awam ditelinga penikmat musik tanah air, Noe berusaha tampil komunikatif dengan audiens. Ia pun mencoba membangun kedekatan emosional lewat dialek Makassar. "Selamat malam, saya baru belajar beberapa saat lalu, apa kareba?," begitu ucapnya yang direspons pengunjung Score!.

Letto pun kembali menjalankan tugasnya menghibur dengan menyanyikan lagu I'll Find A Away. Berturut-turut, lagu Ruang Rindu, U & I, Truth, Cry & Lie dan Sandaran Hati meluncur dari bibir Noe.

Atmosfer Score! mulai semarak ketika Noe berkata. "Ini adalah lagu terakhir dari kami, saya harap semua mau ikut bernyanyi, coba dengar musik ini (intro awal dari lagu Sampai Nanti, Sampai Mati, red),", yang langsung direspons penonton dengan teriakan, "aaaaa...,". "Baik kita nyanyi sama-sama Sampai Nanti Sampai Mati," kata Noe mencoba lebih memanaskan audiens.

Dan lagu itu pun mengalir dengan iringin koor suara audiens yang hadir di Score!, bak paduan suara, Noe dan pengunjung Score! berada dalam satu ritme musik yang sama dalam menyanyikan lagu hit Letto tersebut. Dan seperti judulnya, dengan berakhirnya lagu itu pun, Noe dkk langsung melambaikan tangan, bertanda sampai nanti..

Sumber: Fajar

Konser di Makasar

Rabu, 07-06-2006, Malam Ini Letto di Score!

CLASmild bekerjasama dengan Hanggar vent Managemen Bali, You C 1000, dan Score! Makassar, menggelar event bertema Letto in Road Show (goes to Makassar) di Score! Mal Panakkukang malam ini, Kamis (8/6).
Setelah sukses dengan single I'll Find a Way di album kompilasi Pilih 2004, Letto kembali dipercaya oleh Musica Studio's untuk menggarap album perdana mereka, Truth, Cry, and Lie. Lagu-lagu dari terbarunya inilah yang bakal dilantunkan dalam show mereka.
Mengusung album yang berisi 10 lagu cinta itulah, band yang beranggotakan Noe (Vokal), Patub (Guitar), Dedi (Drum, perkusi), dan Arian pada bass ini siap menyapa kembali penikmat musiknya di Kota Makassar setela tampil beberapa waktu lalu di Colors Pub.

Beberapa di antara lagu yang akan dinyanyikan Letto, I'll Find A Way, You and I, Truth, Cry, and Lie, Sandaran Hati, Ruang Rindu. Sebenarnya Cinta, Tak Bisa Biasa, Insensitive, No One Talk About Love Tonight, dan tentu saja hits mereka, Sampai Nanti Sampai Mati.
Selain penampilan Letto, acara ini juga kan dimeriahkan oleh penampilan home band Score!, Asia Line, DJ Hard Rock Cafe Bali yang sudah manggung di Dejavu, Double Six, dan club-club ternama di Bali, yaitu DJ James Hendrik.
Club Eigties
Sehari setelah konser Letto, Score! Makassar kembali akan diramaikan dengan penampilan grup band Club Eighties, Jumat (9/6). Kehadiran band ini di Makassar untuk memeriahkan malam dana Dari Kami untuk Yogyakarta yang digelar oleh komunitas Dari Kami Untuk Mereka.
"Dalam acara ini, kita akan melibatkan rekan-rekan media, donatur, klien, partnership, EO, member, dan reguler customer Score! Makassar. Tujuan digelarnya event ini, untuk meringankan beban saudara-saudara kita yang tertimpa musibah di Yogyakarta dan Jawa Tengah akibat gempa," kata Assistant Marketing Manager Score! Ichanq.
Untuk event ini tidak diberlakukan tiket khusus. Pengunjung cukup membayar tarif FDC normal seperti biasa. Selain itu, akan ada lelang gitar, memorabilia, dan lelang lagu dari Club Eighties. Dana yang terkumpul seluruhnya akan disumbangkan untuk korban gempa. (any)

(sumber: tribun timur)

Konser Di Makasar

Minggu, 04-06-2006, Letto in Road Show di Score!

SETELAH sukses dengan single I'll Find a Way di album kompilasi Pilih 2004, Letto kembali dipercaya oleh Musica Studio's untuk menggarap album perdana mereka, Truth, Cry, and Lie.
Mengusung album yang berisi 10 lagu cinta itulah, band yang beranggotakan Noe (Vokal), Patub (Guitar), Dedi (Drum, perkusi), dan Arian pada bass ini siap menyapa kembali penikmat musiknya di Kota Makassar dalam acara bertema Letto in Road Show (goes to Makassar) di Score! Mal Panakkukang, Kamis (8/6).
Dalam event yang diadakan oleh Clasmild dan Hanggar Event Management Bali bekerjasama dengan You C 1000 dan Insto, band asal Yogyakarta ini akan meramaikan Score! bersama Asia Line Band, DJ Hard Rock Cafe Bali yang sudah manggung di Dejavu, Double Six, dan club-club ternama di Bali, yaitu DJ James Hendrik.

Beberapa di antara lagu yang akan dinyanyikan Letto, I'll Find A Way, You and I, Truth, Cry, and Lie, Sandaran Hati, Ruang Rindu. Sebenarnya Cinta, Tak Bisa Biasa, Insensitive, No One Talk About Love Tonight, dan tentu saja hits mereka, Sampai Nanti Sampai Mati.
"Setelah tampil di Score!, Letto akan menyapa para penggemarnya di kota-kota lain seperti Palembang (Center Stage 9 Juni), Jambi (RDC Cafe 10 Juni), Pontianak (Tanggui Cafe 12 Juni), Medan (Retro Cafe 15 Juni)Pekanbaru (Hugo's Cafe 16 Juni), Manado (Haha Cafe 28 Juni), dan Batam (No Name Cafe 29 Juni)," kata Haidir dari Clasmild.
Club Eigties
Sehari setelah konser Letto, Score! Makassar kembali akan diramaikan dengan penampilan grup band Club Eighties, Jumat (9/6). Kehadiran band ini di Makassar untuk memeriahkan malam dana Dari Kami untuk Yogyakarta yang digelar oleh komunitas Dari Kami Untuk Mereka.
"Dalam acara ini, kita akan melibatkan rekan-rekan media, donatur, klien, partnership, EO, member, dan reguler customer Score! Makassar. Tujuan digelarnya event ini, untuk meringankan beban saudara-saudara kita yang tertimpa musibah di Yogyakarta dan Jawa Tengah akibat gempa," kata Assistant Marketing Manager Score! Ichanq.
Untuk event ini tidak diberlakukan tiket khusus. Pengunjung cukup membayar tarif FDC normal seperti biasa. Selain itu, akan ada lelang gitar, memorabilia, dan lelang lagu dari Club Eighties. Dana yang terkumpul seluruhnya akan disumbangkan untuk korban gempa.

(sumber: tribun timur)

Konser di Tegal: Diwarnai Kericuhan

TEGAL - Konser musik Letto di alun-alun Kota Tegal, Selasa malam (13/6), berhasil menyedot ribuan penonton. Namun konser sempat diwarnai kericuhan. Di tengah pertunjukan, terjadi tawuran yang melibatkan sejumlah penonton. Meski tidak sampai menimbulkan korban luka parah ataupun meninggal, pertunjukan sempat terhenti beberapa saat.

Tawuran dipicu oleh sejumlah pemuda yang saling bersenggolan saat berjingkrak-jingkrak mengikuti alunan musik yang dibawakan Letto. Mereka yang bersenggolan itu langsung tawur.
Sejumlah petugas keamanan yang mengetahui kejadian tersebut segera melerai agar tawuran tidak semakin meluas. Mereka merangsek masuk dalam lingkaran penonton untuk mengamankan pelaku.
Bersamaan dengan kejadian itu, salah seorang penonton Retno Sulastri (18) warga Kelurahan Pesurungan Kidul terpaksa dibawa ke Kantor Satpol PP untuk mendapatkan perawatan medis darurat. Sebab gadis itu pingsan akibat berdesak-desakan dengan penonton lain, ketika terjadi tawuran.

Secara umum, penampilan grup musik Letto yang diperkuat Noe (vokal), Patub (gitar), Ari (bas), dan Dedi (drum) itu berhasil membius 3.000 lebih penonton yang memadati arena pertunjukan. Dengan dukungan tata suara 40.000 watt dan tata lampu 15.000 watt, penampilan Letto tampak prima.
Mereka mampu menyuguhkan lagu-lagu yang membuat penggemarnya di Kota Bahari dan sekitarnya, berdiri tegak hingga pertunjukan usai.

Yang unik, penggemar Letto yang notabene digawangi empat cowok itu, membuat para penggemar cewek dan cowok histeris dan menikmati setiap lagu yang disuguhkan. Apalagi saat hits ''Sandaran Hati'' dinyanyikan, mereka terlihat enjoy. Bahkan hafal dan ikut bernyanyi.
Lagu-lagu yang dinyanyikan Letto antara lain ''Truth'', ''Cry & Lie'', ''Sebenarnya Cinta'', ''Sandaran Hati'', ''Tak Bisa Biasa'', ''No One Talk Ab' Love Tonite'', ''Ruang Rindu'', ''Insensitive'', dan diakhiri lagu ''Sampai Nanti'', ''Sampai Mati''.

Lagu-lagu tersebut, kata Noe, berangkat dari pengalaman hidup semua personel Letto. Karena itu, konsep bermusiknya mengandalkan kejujuran dan manusiawi.
Mengenai unsur etnik yang ada pada musik Letto, Noe menyanggahnya. "Mereka mengira musik etnik, padahal hanya nada pentatonik yang kami mainkan," ujarnya sebelum naik ke panggung malam itu.

(sumber: suara merdeka)

Letto : Sebuah Nama Tanpa Arti

Letto mulai melaju dengan hitsnya 'Sampai Nanti Sampai Mati' yang bercerita soal perjuangan hidup. Band musik asal Yogyakarta ini juga telah meliris debut album mereka 'Truth, Cry and Lie'. Kini nama Letto memang sudah tidak asing lagi dan mereka kerap tampil dalam acara-acara musik baik live maupun di stasiun televisi nasional.

Meski begitu, kelompok musik yang terdiri dari Noe (vokal), Ari (bas), Agus Patub (gitar), dan Dedi (drum) merasa popularitas sebenarnya bukan tujuan akhir mereka. Mereka mengistilahkannya sebagai: kemunculan Letto sesuai dengan waktu yang tepat. Penampilan perdana Letto ditengah ketatnya persaingan di antara grup musik baru memang bukan hal yang kebetulan. Namun, sudah dirancang dengan konsep yang matang karena Letto memiliki keunikan lain dibanding kelompok musik lainnya. Selain tidak selalu terpaku kepada satu jenis aliran musik, mereka juga memiliki kekhasan dalam corak lagunya.

Lagu-lagu yang dibuat Letto diupayakan untuk selalu menangkap emosi yang berbeda. Keunikan Letto tak hanya dari warna musiknya, tapi juga bisa ditengok dari sejarah berdirinya kelompok musik ini, yang juga berlainan dengan jalur biasanya. Didirikan pada 2004 silam, cikal bakal Letto berawal dari pertemanan masing-masing personelnya sejak duduk di bangku sekolah menengah atas. Anehnya, mereka berkumpul bukan untuk bermain musik tapi untuk berteater. Kemudian mereka memberi nama grupnya ini dengan sebutan Letto yang secara harfiah sebenarnya tidak ada artinya sama sekali. Letto lebih diidentikan dengan proses perjalanan berdirinya grup musik ini. Kiprah mereka di dunia teater kemudian berlanjut dengan keterlibatannya dengan kelompok Kyai Kanjeng pimpinan budayawan Emha Ainun Najib.

Kendati begitu, proses perjalanan musik Letto tidak serta merta mengikuti aliran musik Kyai Kanjeng. Namun mereka tidak memungkiri adanya warna musik Kyai Kanjeng yang diadopsi, terutama musik-musik Jawa kuno dengan corak slendro dan pelog yang dipadukan dalam permainan instrumen modern. Sejak didirikan, Letto memang memiliki prinsip untuk selalu terbuka dengan kehadiran beberapa corak musik.

(sumber: a-mild.com)

Letto di Samarinda: Telat Karena Banjir

01 May 2006 / 10:58 am. HUJAN deras yang mengguyur Kota Samarinda Sabtu (29/4) sore lalu, membuat beberapa kawasan Samarinda terendam air. Akibatnya, banjir melanda di beberapa daerah. Salah satunya di Mal Lembuswana, dimana pada malam harinya grup band asal Yogyakarta Letto Band ini, manggung. Namun, hal itu enggak menyurutkan niat penggemar Letto untuk menyaksikan band favoritnya.

Grup band yang dijadwalkan manggung pada pukul 19.00 Wita ini, terpaksa molor satu jam dari jadwal yang ditentukan. Personel Letto terjebak macet karena banjir di persimpangan Jl Dr Soetomo - Jl M Yamin.

Keterlambatan ini diisi dengan penampilan serangkaian lagu dari band pembuka serta pemberian dorprise oleh panitia. Meski telat, namun penampilan Letto di Mal Lembuswana tetap dinanti-nantikan para penggemarnya. Apalagi, konser yang digelar di Atrium Mal Lembuswana ini, tanpa dipungut biaya masuk alias gratis.

Konser yang bertema "LA Lihgts Spectacular Weekend" ini diadakan sebagai langkah LA Mild untuk mengenalkan pada anak muda terhadap band-band muda saat ini. Panitia memilih Mal Lembusuana, karena menganngap tempat ini sebagai wadah ngumpulnya anak muda saat malam minggu.

Kekecewaan penonton terobati, karena tepat pukul 20.00 Wita grup yang beranggotakan Arian (bass), Anwar (gitar), Dedy (drum) dan Noey (vokalis) ini tampil dengan personel yang lengkap. Grup band yang terkenal berkat hits andalannya "Sampai Nanti Sampai Mati" ini tampak sangat atraktif.

Sempat disela penampilannya, Noey (vocal) mengadakan sebuah game yang ditujukan pada penonton. Antusias penonton terlihat sangat besar, terbukti dengan banyaknya yang mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan sang Vokalis. Luar biasa, kehebohan penonton bertambah saat dua orang dari mereka terpilih untuk menjawab, dan mendapat hadiah berupa T-Shirt dan diberi ciuman oleh Dedy (drumer).

Saat manggung band ini membawakan beberapa lagu dari albumnya serta sebuah lagu mancanegara, seperti This love (dari album Maaron Five), Sandaran Hati, Ruang Rindu, serta lagu andalan mereka Sampai Nanti Sampai Mati.

Meski suasana terasa sesak dan pengap, tidak menurunkan semangat penonton untuk mengikuti konser sampai selesai. "Aku sudah datang dari senja, rugi dong kalo pulang gitu aja. Lagian kapan lagi ada band yang ganteng kayak gini nampil gratisan," ungkap Rosma, penonton yang ditemui Blok eM disela konser.

Dari sorak penonton tampak Dedy (drumer) dan Noey (Vokal) menjadi favorit. Seperti yang diungkapkan Ivy salah satu panitia, "Dedy tuh cakep banget, jago main drum. Kapan lagi ketemu orang kayak dia," kata cewe yang juga MC acara ini.

Panitia memilih menampilkan Letto ketimbang band lain karena dianggap lebih mewakili jiwa muda. Selain itu, Letto juga dirasakan punya keistimewaan tersendiri. "Letto itu punya cara tersendiri untuk berinteraksi dengan penonton terutama anak muda, selain itu mereka (Letto,Red) sangat fasih menyanyikan lagu asing dan memiliki lagu yang berbahasa asing di albumnya," tambah Ivy.

(sumber: samarinda post)

Konser di Balikpapan: Letto Nyantai Tak Masuk Top Chart

Di tengah berkibarnya grup-grup musik baru, Letto tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi penggemar setianya di Balikpapan. Tampil dengan formasi lengkap, Letto yang diawaki oleh Noe (vokal), Ari (bas), Agus Patub (gitar), dan Dedi (drum) berhasil membuat fans wanitanya teriak histeris di konser yang digelar di hotel Bahtera, kemarin malam (30/4).

Grup musik asal Jogja ini membuka malam dengan tembang You and I dari album pertamanya, Truth, Cry and Lie. Penampilan Noe dan Ari cukup atraktif. Terlebih lagi Noe yang mampu berinteraksi dengan baik kepada pengunjung yang berjumlah sekitar 100 orang yang berkumpul malam itu.

“Kita juga nggak ngerti musik apa ini. Kita cuma ngerti musik Letto,” ujar Noe saat diwawancarai Kaltim Post beberapa saat sebelum konser yang disponsori oleh LA Light ini digelar.

Letto pun tidak resah ketika mereka tahu lagu mereka tidak sempat berada di top chart beberapa stasiun radio di Balikpapan. “Yah monggo (silakan, Red). Kita main musik bukan untuk berada di top chart kok. Letto naik panggung karena suka bermusik,” ujar Ari dengan logat Jogja nya yang khas.

Walau begitu, fans mereka tetap setia menyaksikan tembang demi tembang pop, jazz, dan fushion yang mereka bawakan sampai pukul 12.00. Di akhir konser, saat lagu pamungkas Sampai Nanti, Sampai Mati… dilantunkan oleh Noe, suasana makin hangat dan akrab.