Republika, Minggu, 23 Juli 2006 17:15:00
Setelah Samsons menjulang, kini giliran Letto dan Nidji yang tampil unjuk kebolehan bermusik. Bernaung di bawah bendera perusahaan yang sama, mereka tampil dengan ciri tersendiri dan berbeda. Nidji hadir dengan musik pelanginya yang mereka sebut alternatif modern dan Letto yang mengawinkan nada-nada pentatonik gamelan dengan musik modern. Keunikan itulah yang membuat Letto, grup band asal Yogyakarta dan terbentuk pada akhir 2004 ini dengan personel Noe (vokal/kibor), Patub (gitar), Arian (bass), dan Dedi (drum), berkibar.
Awalnya, Letto diperkenalkan dalam album kompilasi Pilih 2004 lewat single I'll Find A Way. ''Mereka menawarkan musik yang beda dari yang selama ini pernah ada di Musica,'' ucap A & R (artist & repertoire) Musica Studio's, Anasthasia Sadrach, dalam sebuah rilis.
Inilah yang membuat Musica Studio's, perusahaan rekaman yang kini menaungi Letto, memberi kesempatan untuk merilis album utuh yang diberi titel Truth, Cry, and Lie. Ternyata, album yang beredar pada akhir Februari 2006 ini langsung terjual lebih dari 75 ribu keping dan kini penjualan albumnya telah mencapai angka 100 ribu kopi lebih. ''Sebagai pendatang baru Letto cukup sukses. Letto berhasil menawarkan musik yang berbeda,'' ujar Indrawati Widjaja, bos Musica Studio's.
Bu Acin, sapaan akrab Indrawati, melihat Letto memiliki warna musik yang beragam serta juga memasukkan unsur musik tradisional dengan corak slendro dan pelog dalam permainan instrumen modern. Di tengah ketatnya persaingan grup musik, lanjutnya, penampilan Letto dirancang dengan konsep yang matang dengan memiliki keunikan. ''Selain tidak selalu terpaku kepada satu jenis aliran musik, mereka juga memiliki kekhasan dalam corak lagunya yang berbeda,'' ujarnya.
Bu Acin melihat, kelebihan lain album Truth, Cry, and Lie adalah kehadiran lirik lagu bahasa Inggris yang lebih dominan. Lirik-lirik lagu puitis tersebut, termasuk yang berbahasa Inggris, seluruhnya ditangani oleh Noe, sang vokalis. Semua itu, kata dia, mengalir secara spontan dan alami. ''Kami ini anak desa, tidak pernah berpikir yang muluk-muluk. Semua mengalir sesuai dengan kata batin,'' ucap putra budayawan Emha Ainun Nadjib ini.
Dia mengakui sebagian besar terinspirasi dari pengalaman pribadi. Sedangkan untuk aransemen musik dikerjakan mereka bersama-sama. Tak heran jika masing-masing memberi pengaruh dalam setiap lagu. Alhasil, akan terasa sedikit ramuan dari rock ala Led Zeppelin, J-rock ala Kitaro, punk rock, bahkan psikadelik. Ramuan unik itu setelah berpadu terasa begitu easy listening.
Untuk yang penasaran dengan arti kata Letto, Noe yang bernama asli Sabrang Mowo Damar Panuluh itu mengungkapkan bahwa Letto secara harfiah sebenarnya tidak ada artinya sama sekali. ''Yang terpenting itu dalam bermusik haruslah jujur dan penuh cinta,'' ujarnya.
Dalam bahasa Jepang, Nidji berarti pelangi. Nama inilah yang dipakai oleh enam anak muda --Giring (vokal), Rama (gitar), Ariel (gitar), Randy (kibor), Andro (bas), dan Andri (drum)-- untuk grup band mereka yang resmi berdiri sekitar Februari 2002.
''Soalnya kalau dilihat-lihat, latar musikalitas kami tuh beda-beda. Ada yang metal, new wave, britpop macam U2 atau Radiohead, bahkan jazz. Udah kayak pelangi. Makanya, nama itu yang kami pakai,'' jelas Ariel, sang gitaris.
Sekitar akhir 2004 talenta Nidji dilirik oleh seorang produser musik independen. Di tangannya, mereka sempat merilis mini-album berisi dua lagu. Cuma dicetak sekitar 500 keping, mini album berbahasa Inggris itu ternyata laris manis. Singel Heaven pun sempat jadi jawara di chart independen beberapa radio swasta beken di Jakarta.
''Heaven buat kami tuh ibarat cerminan enerjinya Nidji. Almost perfect deh dari segi lirik maupun musik. Kami selalu enjoy maininnya,'' ungkap Rama, gitaris yang juga menjadi penyiar di sebuah radio swasta di Jakarta.
Lagu ini pula yang akhirnya menghiasi album perdana mereka Breakthru. Dalam album itu, mereka memasukkan beraneka aliran musik. ''Kami mengusung konsep musik alternatif modern yang memadukan unsur-unsur musik beragam, seperti rock, pop, progresif, dan funk,'' ungkap Giring.
Nidji mengusung beberapa tren musik yang cukup akrab. Diakui Giring, grup-grup band yang secara tidak langsung memengaruhi dan menjadi inspirasi terhadap corak musik Nidji antara lain L'Arc-en-ciel, Coldplay, Goo Goo Dolls, U2, Radiohead, Smashing Pumpkins, The Verve, Dave Matthews, The Killers, dan Keane. ''Kami memang terpengaruh dengan band-band asal Inggris. Salah satunya Coldplay. Tapi, tentu saja kami tidak ingin meniru, apalagi menjadi seperti mereka,'' ungkap Giring yang berambut kribo ini.
''Nidji sangat merefleksikan warna musik mereka yang beragam serta berbeda satu sama lain, namun bisa membiaskannya dalam satu warna musik,'' ujar Bu Acin ini saat peluncuran album perdana Nidji beberapa waktu lalu di Jakarta. Diungkapkan Bu Acin, album Breakthru tidak hanya beredar di Indonesia dengan single andalan lagu Sudah, tapi juga album Breakthru versi Inggris dengan lagu andalan Child yang beredar di Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Korea, dan Jepang.
''Baru-baru ini Nidji tampil di Malaysia dalam rangka mempromosikan album baru mereka tersebut. Dan, rencananya juga akan tampil di Singapura, Filipina, Thailand, Korea, dan Jepang. Hal ini merupakan langkah yang diambil untuk melebarkan sayap di kancah musik dunia,'' ungkap Bu Acin. Kini, Nidji boleh berbesar hati. Kabarnya, album perdana mereka telah mencapai angka penjualan kurang lebih 150 ribu kopi. (ruz )
Sumber: Republika
Setelah Samsons menjulang, kini giliran Letto dan Nidji yang tampil unjuk kebolehan bermusik. Bernaung di bawah bendera perusahaan yang sama, mereka tampil dengan ciri tersendiri dan berbeda. Nidji hadir dengan musik pelanginya yang mereka sebut alternatif modern dan Letto yang mengawinkan nada-nada pentatonik gamelan dengan musik modern. Keunikan itulah yang membuat Letto, grup band asal Yogyakarta dan terbentuk pada akhir 2004 ini dengan personel Noe (vokal/kibor), Patub (gitar), Arian (bass), dan Dedi (drum), berkibar.
Awalnya, Letto diperkenalkan dalam album kompilasi Pilih 2004 lewat single I'll Find A Way. ''Mereka menawarkan musik yang beda dari yang selama ini pernah ada di Musica,'' ucap A & R (artist & repertoire) Musica Studio's, Anasthasia Sadrach, dalam sebuah rilis.
Inilah yang membuat Musica Studio's, perusahaan rekaman yang kini menaungi Letto, memberi kesempatan untuk merilis album utuh yang diberi titel Truth, Cry, and Lie. Ternyata, album yang beredar pada akhir Februari 2006 ini langsung terjual lebih dari 75 ribu keping dan kini penjualan albumnya telah mencapai angka 100 ribu kopi lebih. ''Sebagai pendatang baru Letto cukup sukses. Letto berhasil menawarkan musik yang berbeda,'' ujar Indrawati Widjaja, bos Musica Studio's.
Bu Acin, sapaan akrab Indrawati, melihat Letto memiliki warna musik yang beragam serta juga memasukkan unsur musik tradisional dengan corak slendro dan pelog dalam permainan instrumen modern. Di tengah ketatnya persaingan grup musik, lanjutnya, penampilan Letto dirancang dengan konsep yang matang dengan memiliki keunikan. ''Selain tidak selalu terpaku kepada satu jenis aliran musik, mereka juga memiliki kekhasan dalam corak lagunya yang berbeda,'' ujarnya.
Bu Acin melihat, kelebihan lain album Truth, Cry, and Lie adalah kehadiran lirik lagu bahasa Inggris yang lebih dominan. Lirik-lirik lagu puitis tersebut, termasuk yang berbahasa Inggris, seluruhnya ditangani oleh Noe, sang vokalis. Semua itu, kata dia, mengalir secara spontan dan alami. ''Kami ini anak desa, tidak pernah berpikir yang muluk-muluk. Semua mengalir sesuai dengan kata batin,'' ucap putra budayawan Emha Ainun Nadjib ini.
Dia mengakui sebagian besar terinspirasi dari pengalaman pribadi. Sedangkan untuk aransemen musik dikerjakan mereka bersama-sama. Tak heran jika masing-masing memberi pengaruh dalam setiap lagu. Alhasil, akan terasa sedikit ramuan dari rock ala Led Zeppelin, J-rock ala Kitaro, punk rock, bahkan psikadelik. Ramuan unik itu setelah berpadu terasa begitu easy listening.
Untuk yang penasaran dengan arti kata Letto, Noe yang bernama asli Sabrang Mowo Damar Panuluh itu mengungkapkan bahwa Letto secara harfiah sebenarnya tidak ada artinya sama sekali. ''Yang terpenting itu dalam bermusik haruslah jujur dan penuh cinta,'' ujarnya.
Dalam bahasa Jepang, Nidji berarti pelangi. Nama inilah yang dipakai oleh enam anak muda --Giring (vokal), Rama (gitar), Ariel (gitar), Randy (kibor), Andro (bas), dan Andri (drum)-- untuk grup band mereka yang resmi berdiri sekitar Februari 2002.
''Soalnya kalau dilihat-lihat, latar musikalitas kami tuh beda-beda. Ada yang metal, new wave, britpop macam U2 atau Radiohead, bahkan jazz. Udah kayak pelangi. Makanya, nama itu yang kami pakai,'' jelas Ariel, sang gitaris.
Sekitar akhir 2004 talenta Nidji dilirik oleh seorang produser musik independen. Di tangannya, mereka sempat merilis mini-album berisi dua lagu. Cuma dicetak sekitar 500 keping, mini album berbahasa Inggris itu ternyata laris manis. Singel Heaven pun sempat jadi jawara di chart independen beberapa radio swasta beken di Jakarta.
''Heaven buat kami tuh ibarat cerminan enerjinya Nidji. Almost perfect deh dari segi lirik maupun musik. Kami selalu enjoy maininnya,'' ungkap Rama, gitaris yang juga menjadi penyiar di sebuah radio swasta di Jakarta.
Lagu ini pula yang akhirnya menghiasi album perdana mereka Breakthru. Dalam album itu, mereka memasukkan beraneka aliran musik. ''Kami mengusung konsep musik alternatif modern yang memadukan unsur-unsur musik beragam, seperti rock, pop, progresif, dan funk,'' ungkap Giring.
Nidji mengusung beberapa tren musik yang cukup akrab. Diakui Giring, grup-grup band yang secara tidak langsung memengaruhi dan menjadi inspirasi terhadap corak musik Nidji antara lain L'Arc-en-ciel, Coldplay, Goo Goo Dolls, U2, Radiohead, Smashing Pumpkins, The Verve, Dave Matthews, The Killers, dan Keane. ''Kami memang terpengaruh dengan band-band asal Inggris. Salah satunya Coldplay. Tapi, tentu saja kami tidak ingin meniru, apalagi menjadi seperti mereka,'' ungkap Giring yang berambut kribo ini.
''Nidji sangat merefleksikan warna musik mereka yang beragam serta berbeda satu sama lain, namun bisa membiaskannya dalam satu warna musik,'' ujar Bu Acin ini saat peluncuran album perdana Nidji beberapa waktu lalu di Jakarta. Diungkapkan Bu Acin, album Breakthru tidak hanya beredar di Indonesia dengan single andalan lagu Sudah, tapi juga album Breakthru versi Inggris dengan lagu andalan Child yang beredar di Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Korea, dan Jepang.
''Baru-baru ini Nidji tampil di Malaysia dalam rangka mempromosikan album baru mereka tersebut. Dan, rencananya juga akan tampil di Singapura, Filipina, Thailand, Korea, dan Jepang. Hal ini merupakan langkah yang diambil untuk melebarkan sayap di kancah musik dunia,'' ungkap Bu Acin. Kini, Nidji boleh berbesar hati. Kabarnya, album perdana mereka telah mencapai angka penjualan kurang lebih 150 ribu kopi. (ruz )
Sumber: Republika
1 comment:
What a great site black care skin
Post a Comment