Artikel ini dimuat di Majalah RollingStone Indonesia, Februari 2009
“Hari ini akan ada penampilan spesial dari Letto. Jangan pulang sampai acara selesai ya,” kata MC membuka konferensi pers Kamis [22/1] siang itu, di Club XXI, Jakarta Theatre. Lampu ruangan dimatikan, dan MC pun memanggil Letto untuk tampil. Gitaris Patub, bassis Arian, drummer Dhedot serta beberapa orang additional players tiba-tiba muncul dari arah belakang jurnalis yang duduk di bangku di depan panggung. Setelah beberapa menit musik dimainkan tanpa kehadiran vokalis, Noe muncul. Serentak, beberapa fotografer yang tadinya hanya diam menyaksikan Letto tampil, mulai menggunakan kameranya dan mengambil gambar Letto.
Letto merilis album ketiga mereka yang diberi judul Lethologica, yang artinya adalah kelainan psikologis di mana seseorang tak bisa mengingat kata kunci, frase, atau nama ketika melakukan pembicaraan. Di sampul albumnya, mereka menuliskan arti kata-kata itu. Selain Lethologica, mereka juga menuliskan Theologica: reasoning discourse concerning the divine, our purpose, our relationship. Or is there a meaning for the word “‘our/us” at all? Juga kata Lettologica: cara mereka berbicara. Di sampul album, ada foto empat orang personel sedang berjalan, diambil dari atas. Hanya Noe yang memandang ke arah kamera. Foto Noe juga terpampang di atas CD. Di video klip yang diputar siang itu, Noe jadi bintang utamanya. Personel lain mendapat porsi yang sedikit. Wajah mereka hanya terlihat beberapa detik saja, nyaris di akhir cerita. Tapi di sampul album, Noe menuliskan doa yang salah satunya: Ya Allah aku bukan siapa-siapa, dan keep me that way please.
“Jika Anda merasa bukan siapa-siapa, kenapa di video klip dan di sampul album wajah Anda yang mendapat porsi paling banyak?” tanya saya.
“Jawabannya panjang nih, nggak apa-apa kan? Saya suka pertanyaan begini,” kata Noe sambil tersenyum seraya memandang ke arah MC seperti meminta persetujuan, “saya tak menganggap dengan mendapat porsi yang banyak di video atau di sampul itu sebagai siapa-siapa. Buat Anda mungkin dengan begitu adalah sudah jadi siapa-siapa. Saya justru menganggap itu kutukan. Gimana menurut yang lain?”
Drummer Dhedot dan bassis Arian tak bereaksi mendengar umpan Noe yang nada dan tempo bicaranya selalu perlahan.
“Soalnya wajahnya yang paling pantes dijual ya dia. Lagipula, kami nggak ngerasa ada masalah dengan itu. Yang penting pendapatannya sama,” kata Patub sambil tertawa.
“Gimana Mas? Saya senang nih ada pertanyaan begini. Biar kita bisa berdiskusi,” kata Noe.
“Iya, gimana nih? Masih mau nanya?” tanya MC.
“Ah tidak, terima kasih. Bisa-bisa kita pusing siang ini denger kata-kata berat dari Noe,” jawab saya sambil tertawa.
Sesi tanya jawab diadakan di sela-sela penampilan Letto. Dua lagu dibawakan lantas tanya jawab digelar. Ada jurnalis yang memuji betapa Musica selalu tepat waktu mengeluarkan album, soal benang merah albumnya, pertanyaan standar soal beda album sebelumnya dengan album yang baru, soal apakah Letto sengaja membuat lagu “Ku Tak Percaya” dalam rangka menghadapi pemilu 2009 dan pengalaman pribadi siapakah itu.
“Benang merahnya pasti ada, karena yang bikin orangnya sama,” kata Noe.
“Kalau soal beda album ini dengan yang sebelumnya, justru kami ingin orang lain yang mendengarkan bisa ngasih tahu bedanya.”
“Lagu ‘Ku Tak Percaya’ sepertinya pengalaman pribadi semua orang ya. Yang selalu diberi janji-janji, pada saat pilkada misalnya. Ini soal ajakan untuk golput? Ah kalau itu sih, terbuka untuk interpretasi.”
LETTO on Facebook
Sunday, February 01, 2009
Tiga Logika Dari Letto
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
oke bgt
Post a Comment