LETTO on Facebook

Sebelum Cahaya (Video Clip)

Friday, March 31, 2006

Menghadirkan Corak Pelog & Slendro Dalam Format Musik Kekinian.

Caption: Letto terbentuk lantaran personelnya rajin kongko di sebuah studio musik.

Noe, yang putra Emha Ainun Nadjib ini melanjutkan, nama Letto didapatnya tanpa proses yang berbelit-belit. “Impulsif saja. Nama itu saya dapatkan ketika saya bangun tidur. Saya usulkan nama itu dan teman-teman setuju,” beber Noe lagi.

sebuah grup musik -- ­­­­­­­­­­­­­­selain punya personel -- pastilah punya nama. Buat banyak band, nama tak cuma sebagaiidentitas belaka, tapi punya arti dan filosofi tertentu. Grup musik Cokelat misalnya. Band asal Bandung ini memilih nama itu dengan harapan musiknya digemaribanyak orangseperti (makanan) cokelat.Grup musik yang tengah naik daun,Radja, memilih nama itu harapan bisa merajai dunia musiklokal. Samsons -- nama ini terinspirasi dari legenda Samsons -- juga demikian. Samsons kepengin jadi salah satuband paling kuat di negeri ini.

Tapi tak semua band mementingkan arti atau filosofi sebuah nama. Itulah yang dilakukan Noe (vokal, kibor), Patub (gitar), Arian (bas) dan Dedi (dram, perkusi) ketika memilih Letto sebagai nama band. Kalau belum tahu Letto, band ini penembang Sampai Nanti, Sampai Mati dan Sandaran Hati yang kini sedang ramai-ramainya diputar dibanyak radio. Buat band asal Yogyakartaini -- meminjam kalimat legendaris Shakespeare -- apalah arti sebuah nama? “Kami pilih Letto karena nama itu sama sekali nggak ada arti dan filosofiinya. Sengaja begitu biar nggak asumtif. Lagipula buat kami nama itu tak punya fungsi selain sekadar identitas,” ujar Noe.Noe, yang putra Emha Ainun Nadjib ini melanjutkan, nama Letto didapatnya tanpa proses yang berbelit-belit. “Impulsif saja. Nama itu saya dapatkan ketika saya bangun tidur. Saya usulkan nama itu dan teman-teman setuju,” beber Noe lagi.

Letto terbentuk lantaran personelnya rajin kongko di sebuah studio musik. “Kami ini teman satu SMA dan suka main musik. Suatu kali, kami dipercaya mengelola sebuah studio rekaman. Di kala studio sedang sepi, kami suka main musik dan bikin-bikin lagu. Dari studio itu kami belajar tentang audio dan teknik-teknik studio,” seru Arian. Sampai di sini belum ada niat serius bermusik. Niat serius baru muncul setelah didesak teman-teman mereka. “Teman-teman menyarankan kenapa nggak diseriusin saja lagu-lagu yang sudah jadi,” seru Arian lagi.

Entah bagaimana, rekaman lagu mereka sampai ke tangan Noey Java Jive. Noey adalah produser yang melejitkan Peterpan dan beberapa band lainnya. Lantaran tertarik Noey menawarkan mereka ikut album kompilasi Pilih 2004 keluaran perusahaan rekaman Musica Studio’s.Lagu mereka yang masuk di album itu bertajuk I’ll Find Away. Sayang, ketika diluncurkan lagu ini tak begitu populer. Publik tak ngeh dengan keberadaan mereka. Bahkan, sempat muncul pesimisme band ini bakal cepat masuk dapur rekaman. Maklum saja, ketika itu eranya Peterpan yang kebetulan berada satu label dengan Letto.

Nasib berkata lain. Musica meminta mereka membuat full album. “Entah apa alasannya Musica lalu meanawarkankami membuat album,” seru Noe lagi. Kolaborasi Musica dan Letto ini menghasilkan album yang diberi tajuk Truth, Cry and Lie. Album ini berisikan 10 tembang “Truth itu berarti kebenaran. Kebenaran itu titiknya jelasBegitu juga dengan lie. Nah, kalau cry itu saya menyebutnya titik ekstrimitas. Ia berada ditengah-tengah. Cry itu emosi di titik absolut kebenaran dan kesalahan. Kalau orang sedih banget, nangis, kalau senang banget juga nangis. Tiga hal ini yang menjadi tema keseluruhan album ini,” terang Noey berfilosofi. Bukan mengikutitren dan bermaksud gaya-gayaanbilaseparuh dari isi album ini liriknya ditulis dalambahasa Inggris. ''Ini (lirik -red) hasil proses kreativitas yang mengalir jujur,'' ungkap Noe. Semua lirik di album ini ditulis Noe. Sedangkan aransemen musiknya dikerjakan bersama-sama. Kata Noe lagi,sebagian besar lagu-lagunya terinspirasi dari pengalaman pribadi.

Ada yang menarik dari musik yang dimainkanLettoini. Mereka mengemas lagu-lagunya dengan nuansa etnik yang menghadirkan corak pelog dan Slendro a la gamelan Jawa tapi dalam format musik kekinian. Ini hal wajar. Maklummereka tumbuh dalam lingkungan teater yang kuat dengan gamelan Jawa. Alhasil, musik yang dihasilkanberbeda dengan kebanyakan band-band di negeri ini. “Tapi kata orang musik kami masih dikategorikan sebagai musik pop,” guman Patub. Keunikan lainnya pada suara Noe sengau berkarakter mellow yang kuat, namun tak berkesan cengeng. Bisa dibilang, karakter itulah yang menjadi kekuatan lagu-lagu Letto. Meski sering mengaku anak desa Noe punya lafal Inggris yang cukup bagus. Maklum, Noe ternyata pernah beberapa lama tinggal di Kanada.
Singel pertama yang dilepas Letto guna mencuri perhatian berjudul Sampai Nanti, Sampai Mati. Lagu ini simpel, judulnya sedikit nakal. Tempo lagunya medium dengan karakter pop yang jelas. Ada sedikit pengaruh brit-pop yang dominan di lagu ini. Lagu ini bisa dibilang tak lazim. Pasalnya, ada nada-nada pentatonis yang cukup unik.

Lirik Sampai Nanti, Sampai Mati, sangat multi interpretatif -- bisa ditafsirkan sebagai lirik cinta, patah hati, persahabatan bahkan tentang Tuhan -- dan sarat dengan pesan positif, tapi bukan mengkotbahi. Singel kedua berjudul Sandaran Hati. Lagu dengan tempo medium ini sangat klop dengan selera kuping penggemar musik lokal.. Satu-satunyakekurangan Letto di album ini adalah sound-nya yang terdengar sederhana.

(Sumber: Bintang Indonesia.com)