MUNCUL lagi satu grup musik asal Yogyakarta setelah Jikustik dan Sheila On 7, Letto. Grup yang diperkuat oleh Noe (vokal, keyboard), Patub (gitar), Arian (bas), dan Dedi (drum, perkusi) mengutamakan kebersamaan dalam memberi sesuatu yang berarti dalam bermusik. Arti itu yang coba disampaikan lewat album "Truth, Cry and Lie".
"Hal ini bukan sekadar tren dan gaya berbahasa Inggris jika separuh dari album ini hadir dalam bahasa internasional. Tapi yang jelas, proses kreativitas yang mengalir jujur," ungkap Letto yang diwakili Noe.
Dalam musik mereka pun terselip khazanah etnik yang menghadirkan corak slendro dan pelog dalam permainan instrumen band modern. Hasilnya, sebuah karakter musik yang jauh beda dengan grup lain.
Terutama pada lagu "Sampai Nanti, Sampai Mati" yang menjadi single pertama album ini. Liriknya sarat dengan pesan beraroma positif. Pengerjaan musik yang dibangun bersama-sama tak heran memberi pengaruh dalam setiap karya yang diberikan. Tidak hanya bicara soal hidup, cinta, tetapi juga bicara patah hati, persahabatan, dan bahkan tentang Tuhan.
Letto hadir awalnya melalui album kompilasi "Pilih 2004" lewat single "Ill Find A Way" yang dilepas Musica Studio's. Mereka selalu beda dengan yang lain. Berangkat dari pertemanan sewaktu satu SMA di Yogya. Lalu masuk kegiatan teater dengan pertimbangan jauh lebih murah dari pada dugem dan narkoba. Proses berteater ini kemudian berpengaruh dalam karya-karya Letto. Uniknya, tumbuh di lingkungan gamelan tapi dengan idola Queen, Yanni, atau Led Zeppelin yang "bermasalah". Misalnya dengan berani mereka memainkan "Bohemian Rhapsody" dengan slendro atau pelog. Dengan demikian proses kreativitas itu sungguh kaya sehingga lahirlah "musik puisi" dari Letto. (Mmt)***
(Sumber: Pikiran Rakyat)
LETTO on Facebook
Friday, March 31, 2006
Letto: Hadirkan Slendro & Pelog
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
I have been looking for sites like this for a long time. Thank you!
» » »
Post a Comment