LETTO on Facebook

Sebelum Cahaya (Video Clip)

Friday, June 29, 2007

Letto Sudah Tenar Tetap Utang di Kampus

BANDUNG - Grup band Yogyakarta, Letto, mengaku enggan berdandan modis layaknya selebritis lain. Bahkan, Letto juga masih sering utang makan di kampusnya.

"Kita ingin jadi diri kita sendiri saja yang berasal dari masyarakat katro," ujar Noey, vokalis Letto, dalam jumpa fans di Indosat Community, Apartemen Cimbeleuit, Bandung, Sabtu (2/6/2007). Pelantun lagu "Ruang Rindu" ini mengakui, kebanyakan selebritis yang tengah naik daun terkesan over dalam berpenampilan.

"Tapi, yang jelas kita ingin tetap apa adanya. Kalau semua orang berubah karena popularitas, bagimana nanti jadinya?" tambah Noey, yang juga anak penyair kondang Emha Ainun Nadjib.

Sikap keseharian Letto yang bersahaja tidak hanya tercermin dari penampilannya saja. Band ini mengaku, masih sering utang makan di kampusnya.
"Letto masih seperti dulu yang sering utang di kampus," imbuh drummer Letto, Dedi, dengan logat khas Yogya.

Bicara soal musik, Letto akan segera merilis album terbaru dalam waktu dekat. Band pendatang baru terbaik versi SCTV Music Award ini makin percaya diri menelurkan album kedua setelah melihat album pertamanya, Truth, Cry and Lie, laris manis di pasaran.

"Ke depannya kami akan terus berkarya sebaik mungkin. Namun, kami tetap menyerahkan semua kepada Allah SWT," pungkas Noe.

Thursday, June 28, 2007

Indosat Community Festival

Hari Sabtu (30 Juni 2007) mulai dari Jam 9 malam di Hard Rock Café Jakarta, LETTO tampil di penghujung acara Indosat Community Festival 2007.

Selain Letto sebagai pengisi acara adalah Kerispatih dan Naff dengan MC Ivan Gunawan. Lagu-lagu dari ketiga kelompok musik ini menduduki tempat teratas di I-Ring (Ring Back Tone Indosat) yang download oleh pengguna Indosat.

Indosat Community Festival sendiri sudah diadakan di beberapa kota di Indonesia seperti di Batam, Surabaya, Bali, Malang dan beberapa kota lainnya serta ditutup di Hard Rock Café Jakarta.

Cara ngedapetin tiket masuknya juga mudah, bagi pelanggan Indosat bisa datang langsung di Galeri Indosat Arta Graha, Sarinah dan jalan Pemuda Rawamangun dengan cara bawa tagihan terakhir atau beli voucher isi ulang minimal pulsa 25 ribu atau mengkatifkan I-Ring.

Wednesday, June 27, 2007

Letto, Hibur Pelanggan Indosat

Lewat Indosat Community Malang Festival, pelanggan Indosat dimanjakan dengan hadirnya Letto, grup yang sedang naik daun, Minggu (27/5). Sebelum bertemu band yang baru merampungkan album keduanya itu, pelanggan diajak bakti sosial dengan pemberian sumbangan pembangunan sekolah dan makanan sehat di dua puskesmas di Kecamatan
Pagak, Kabupaten Malang.

"Lewat kegiatan ini, bisa makin mendekatkan Indosat pada pelanggan," ujar Moh Syamsulhadi Sucahyo, Head of Malang Branch Indosat di Hotel Santika. Sementara dalam meet and greet dengan Letto, dimanfaatkan Indosat untuk menampung keluhan dan sharing antaranggota Indosat Community.

Selain itu berbagai pertanyaan tentang layanan terbaru Indosat juga mencuat. "Sekarang kami sudah punya layanan 3,5G, lebih maju dibandingkan teknologi 3G," terangnya. Sayangnya, hal itu masih berlaku untuk produk StarOne (CDMA). Sedang produk GSM menyusul," papar.


Suasana makin marak ketika grup Letto yang digawangi Noe dkk hadir di acara itu. Mereka histeris. Niken, salah satu anggota komunitas itu langsung meminta Noe, putra budayawan Emha Ainun Nadjib itu melantunkan lagu Ruang Rindu.
"Saya sedang ngidam mendengarkan mendengarkan Letto," alasannya. Dipandu MC kondang, Arie Untung, mantan VJ MTV itu mampu membawakan acara menjadi makin meriah.

Source: Surya Online!

Saturday, June 16, 2007

Patub - Dedy

Sering Berdiskusi, Berdebat, dan Curhat

Sukses album ini, membuat mereka dapat banyak undangan ke banyak daerah. Mau tak mau, Patub dan Dedy harus sering berpisah dengan orangtuanya. “Kalau kami pergi rumah jadi sepi. Tinggal ibu sama bapak saja. Ya, sedih juga sih meninggalkan mereka. Tapi mau bagaimana lagi,” seru Patub. Sepintas, tak ada kesan Patub(27) dan Dedy (20), dua-duanya kakak beradik personel Band Letto. Selain garis wajah keduanya tak mirip, tampilan fisik lainpun tak mengindikasikan gitaris dan dramer Letto ini bersaudara. Patub yang gitaris Letto, berperawakan kurus. Kulitnya agak hitam. Tubuh Dedylebih berisi ketimbang Patub. Ia juga punya kulit yang lebih terang dibanding kakaknya.

Kesan kakak beradik ini kian kabur dari cara keduanya berinteraksi. Dedy yang lebih muda, tak pernah memanggil sang kakak dengan sebutan Mas. Begitu pula sebaliknya. “Saya juga nggak pernah menyapa dia dengan panggilanadik. Cukup memanggil nama saja,” sebut Patub.Jangan heran, kalau kemudian banyak yang kagetsaat tahu keduanya kakak beradik. “Kalau ada orangyang diberitahu kami kakak beradik, pasti nggak percaya. Mereka pasti bilang, 'Ah, masak iya',” seru Dedy.

Meski bernaung di band yang sama, keduanya tak merasa status kakak beradik menjadi ganjalan. Pasalnya, Patub dan Dedy selalu memisahkanhubungan personal dengan pekerjaan.“Kami mencoba bersikap profesional. Urusan pekerjaan harus dipisahkan dengan urusan personal. Kalau urusan nge-band dia saya anggap sebagai partner (mitra-red). Di luar itu, baru saya anggap sebagai adik,” ceplos Patub yang punya nama asli Agus Riyono.

Sebagai musisi -- apalagi berada dalam satu band -- pasti keduanya seringmemberi masukan satu sama lain. “Kami sering bertukar pikiran soal teknis saat di panggung,” seru Patub yang berulang tahun setiap tanggal 2 Agustus.Dedy membenarkan hal itu. “Kami memang sering diskusi soal teknis manggung. Misalnya, saja soal posisi saat manggung. Saya sering bilang, agar bisa melihat posisi dia. Dengan begitu saya bisa mengikutialur permainannya,” terangnya.Kali lain, perbincangannya adalah soal aransemen musik. Pembicaraan soal aransemen ini belakangan makin intens. Apalagi, Letto, kini,tengah rekaman album kedua. “Saya sering ajak dia ke studio buat diskusi soal aransemen lagu,” tegas Patub. Agar kreativitas bermusik makin lancar, keduanya juga tengah merintis studio musik di rumah. “Sekarang ini 'kan nggak susah bikin studio kecil-kecilan. Modalnya, cuma komputer saja. Alat musik kami sudah punya. Kalau studio sudah ada, kami bisa mengaransemen musik di rumah,” ceplos Dedy.

Seperti kakak adik kebanyakan, keduanya juga sering mengulas soal personal. Dedy sering meminta pendapat soal banyak hal. “Ya, misalkan soal kuliah saya,” seru Dedy yang saat ini tengah cuti dari kuliahnya di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Terkadang, pembicaraan merekajuga sampai ke urusan hati. “Ya, saya memang sering cerita soal urusan cinta. Beberapa waktu lalu, ketikaputus dengan pacar, sayacurhat padanya,” ujar Dedy. Penggemar film horor ini menambahkan, Patub pun kerap bercerita banyak hal padanya. “Bedanya, ketika dia bicara, saya cuma mendengarkan saja. Pengalaman dia 'kan jauh lebih banyak. Jadi dia lebih tahu bagaimana solusi masalah yang dialaminya,” ceplos Dedy lagi.

Tak heran, dengan kondisi seperti ini keduanya kerap merasa sebagai sahabat“Kami menganggap satu sama lainsebagai sahabat. Kedudukan teman itu 'kan sejajar,beda dengan kakak beradik. Kakak itu posisinya, biasanya berada di atas sang adik,” ceplos Patub yang menggemari musik Classic Rock dan Jazz.

Sebagai kakak beradik, hubungan Patub-Dedy bukan tanpa masalah. Cuma, kalau dulu sumber keributanlebih ke urusan keluarga, kini konfliknya dipicu soal band. “Bila tur, Dedysering marah-marah. Bahkan, pernah ia memarah-marahi panitia pertunjukan. Lucunya, kadang-kadang marahnya itu nggak jelas sebabnya. Kami sering gemes dibuatnya. Tapi, saya memaklumi. Mungkin dia masih muda, jadi emosinya masih meledak-ledak,” celoteh Patub. Menurut Dedy, ia kerap marah-marah bila mendapati sesuatu yang tak beres. “Saat manggung banyak hal yang nggak beres. Misalnya, saja sound yang nggak enak. Itu 'kan bikin kesal. Dan saat tur biasanya mudah capek. Ini yang bikin saya gampang marah. Kalau marah, saya tak ingin diladeni. Kalau diladeni Patub, saya malah tambah marah. Inilah yang sering bikin berantem dengan Patub.

Tapi dia sudah paham dengan sifat saya ini. Kalau marah, dia biasanya nggak meladeni. Dia kasih solusi,” tegas penggemar almarhum John Bonham ini (Led Zeppelin).
Patub dan Dedy mengenal musik sejak usia dini. Patub menuturkan,saat kecil sudah dicekoki musik tradisional Jawa. “Sejak duduk di TK saya sudah main gamelan. Saya juga diajarkan tarian tradisional Jawa,” ujar Patub yang jebolan Universitas Gadjah Mada.Dedy juga sama. Cuma sejak kecil, ia lebih tertarik pada alat musik tabuh."Dulu tuh sayanggak mau masuk TK yang nggak ada drumband-nya. Waktu masuk SD juga begitu. Sampai kelas 2 SD, saya ikutan drumband,” ujar Dedy. Saking cintanya dengan alat tabuh,panci milik sang ibu jadi korban. “Dulu dia sering dicari ibu lantaran pancinya sering dibawa keliling kampung,” kenang Patub sembariterbahak. Hobi mukul-mukul Dedy ini diakomodir oleh orangtuanya. Ia dibelikan alat tabuh ketipung. “Sebenarnya sih orangtua pengin membelikan dram. Cuma kala itu saya masih kecil. Takutnya mengganggu yang lain. Ketipung itu yang saya pakai buat keliling kampung, bukan panci lagi,” kilah Dedy.Soal dram, Dedytidak pernah mengikuti sekolah formal khusus dram."Otodidak saja.
Mungkin karena saya sudah sering latihan drumband, jadinya tidak mengalami kesulitan," jelas putra kedua dari pasangan Muntarno - Suryati ini.

Menjelang remaja, keduanya beralih ke musik populer. “Saat SMP saya mulai mendengarkan lagu-lagu klasik rock, seperti Queen dan Led Zeppelin,” seru Patub. Kegemaran Patub ini menular pada adiknya. "Sejak kecil, sayasekamar sama Patub. Setiap hari, dia sering banget muterin lagu-lagunya Queen dan Led Zeppelin. Dari situsaya juga suka Queen dan Led Zeppelin." cerita Dedy.

Menjelang duduk di bangku SMA, Patub mulai ngeband. Posisinya taktetap. Kadang duduk sebagai dramer, kali lain mencabik gitar. Oh ya,kala di SMA, Patubberkenalan denganNoe (vokal) dan Arian (bas). Ketiganya, aktif dalamkelompok musikKyai Kanjengpimpinan Emha Ainun Nadjibatau akrab dipanggil Cak Nun. Patub, Noe, dan Arian sering membantu persiapan saat kelompok itu manggung,mereka juga sering latihan nge-band di Geese, studio musik milik Kyai Kanjeng.Inilah cikal bakal Letto. Sesekali, Dedy turut ngejam bareng ketiganya. Belakangan, lulus SMA, Noe cabut ke Kanada melanjutkan kuliah. Meski begitu Patub tetap bermusik. Ia seringmentas di acara-acara kampus.“Dedy aktif di komunitas band-band indie,” ujar cowok yang hobi nonton sepakbola ini.

Tahun 2003, Noe balik lagi ke Indonesia. Ketiganya kembali bermusik. Dari kegiatan ini mereka menghasilkan banyaklagu.“Tapi saat itu kami nggak pakai dramer. Buat suara dramnya kami isi dengan program atau midi, “ ujar Patub lagi. Barulah ketikamendapat tawaran mengisi album kompilasiPilih 2004, mereka mencari penabuh dram. Buat mengisi posisi lowong ini mereka mengajak Dedy. “Saya dites menggunakan metronom. Sebenarnya, audisinya sebatas formalitas saja. Kebetulan, saya sudah lama nggak main bareng mereka,” ujar Dedy.Menurut Patub, selain kemampuan teknis, Dedy diambil karena secara personal sudah dekat dengan personel Letto yang lain. “Kalau sudah kenal 'kan lebih enak dibanding merekrut orang yang baru. Dan kebetulan, saat itu kami pengin orang yang paham dengan kebudayaan kami,” terang Patub lagi.
Di album kompilasi Pilih 2004, Letto menyumbangkan album itu bertajuk I’ll Find Away. Sayang, saat diluncurkan, lagu ini tak begitu populer. Publik tak ngeh dengan keberadaan mereka. Nama mereka tenggelam oleh sukses besar Peterpan. Inilah yang bikin awak band ini pesimis. Tapi nasib berkata lain. Musica meminta mereka membuat full album. Hasilnya, terciptalah album Truth, Cry and Lie yang berisi 10 tembang. Album ini direspon positif publik. Sampai kini, album debut Letto ini terjual lebih dari 300 ribu keping.

Sukses album ini, membuat mereka dapat banyak undangan ke banyak daerah. Mau tak mau, Patub dan Dedy harus sering berpisah dengan orangtuanya. “Kalau kami pergi rumah jadi sepi. Tinggal ibu sama bapak saja. Ya, sedih juga sih meninggalkan mereka. Tapi mau bagaimana lagi,” seru Patub.Buat mengobati rasa kangen, Patub dan Dedy sering menelpon orangtuanya. Lucunya, ujar Patub, orangtuanya lebih kangen terhadap Dedyketimbang dirinya.Maklum, Dedy anak paling buncit. “Saya ini sejak SMA jarang pulangke rumah. Jadi orang tua sudah terbiasa bila saya tak di rumah. Kalau Dedy 'kan di rumah terus. Jadi kalau dia pergi, orangtua lebih kangen sama dia. Kalausedang tur, orangtuaSMSke Dedy, 'kamu pulang ya, le!'. Sedangkan ke saya nanyanya, 'kamu pulang nggak, le?” kata Patub sembari tersenyum.

source: bintang indonesia

Kejutan Ulang Tahun Buat Noe

Berkibarlah benderaku,
lambang suci gagah perwira,
Di seluruh pantai Indonesia,
kau tetap pujaan bangsa,
Siapa berani menurunkan engkau,
Serentak rakyatmu membela....

Tak disangka lagu penggugah semangat kebangsaan karya Ibu Sud ini dinyanyikan grup musik asal Yogyakarta, Letto, dalam Indosat Community Semarang Festival di E-Plaza, Minggu (10/6) malam. Lagu nasional yang dilantunkan Noe, vokalis Letto, memberi daya kejut tersendiri bagi para penggemar Letto.

"Apakah kalian masih mencintai bangsa dan negara ini? Kalau masih, mari melantunkan lagu ini bersama-sama," seru Noe.

Sontak ajakan vokalis pemilik nama asli Sabrang Mowo Damar Panuluh ini disambut para penggemarnya. Putra Emha Ainun Nadjib ini mengakhiri lagu Berkibarlah Benderaku dengan seruan "Merdeka!" Seperti biasa, Letto menyanyikan lagu-lagu hits-nya, antara lain Truth, Cry, and Lie, You and I, Sampai Nanti Sampai Mati, Sandaran Hati, I Love U, dan Ruang Rindu. Ketika menembangkan I Love U, Letto juga memberi kesempatan bagi para penggemarnya untuk mengungkapkan perasaan cinta kepada pasangan masing-masing.

"Lagu ini (I Love U) merupakan lagu yang tepat bagi kamu-kamu yang belum menyatakan cinta pada pasangan. Silakan 'tembak' ketika lagu ini berakhir," ujar peraih Bachelor of Mathematic dan Bachelor of Physics di Universitas Alberta, Kanada ini.

Tembang bertema cinta yang sering dilantunkan Letto dikemas dengan satu tembang penggugah semangat nasionalis, menjadi daya tarik grup band asal Kota Gudeg ini.

Dalam benak Letto, menggugah kecintaan kawula muda kepada bangsa dan negara bisa lewat lagu. Lagu dan grup band menjadi jembatan sekaligus pembawa pesan bagi para penggemar.

Dalam kesempatan itu, Noe mendapat kejutan dari teman-teman dan panitia acara.

Ketika Noe mengajak Patub (gitar), Ari (bas), dan Deddy (drum), memainkan Sampai Nanti Sampai Mati, teman satu grupnya itu malah menyanyikan Selamat Ulang Tahun.

Tak beberapa lama, Ivan Gunawan muncul bersama pacar Noe yang membawa kue tar. Setelah meniup lilin dan memotong roti, Ivan meminta Noe menyuapi pacarnya dan begitu juga sebaliknya.

"Wah... pada ngerjain saya neh," ujar Noe yang lahir di Yogyakarta pada 10 Juni 1979.

source: kompas

Syair Lagu Cerminan Makna Hidup

Grup band asal Yogyakarta, Letto, merupakan salah satu band pendatang baru yang mengupayakan munculnya pemaknaan hidup yang lebih baik melalui lagu.
Simak saja lagu "Sandaran Hati" yang bila ditelisik lebih jauh menyiratkan hubungan antara manusia dan Tuhannya. Ada pula "Sampai Nanti", "Sampai Mati" yang memberi semangat bagi mereka yang depresi untuk bangkit lagi karena semua manusia toh pernah merasakan kejatuhan..

Letto mungkin bukan yang pertama. Lirik-lirik puitis yang mencerahkan pikiran sudah pernah kita dengar melalui karya grup sebelumnya, bahkan musisi folk sejak generasi 70-an. Namun, di saat banyak band muda yang kini menonjolkan lirik-lirik cinta dalam hubungan antarkekasih, Letto hadir cukup menyejukkan dengan lirik yang menyentuh hubungan horizontal maupun vertikal dalam kehidupan manusia.

Itu pun telah menjadi kekuatan tersendiri pada grup band itu sehingga lagu-lagunya banyak dipakai untuk theme song sinetron. Dan, pada album kedua yang rencananya dirilis Juli mendatang, Arian, Patub, Dedy, dan Noe akan tetap mempertahankan ciri itu.

"Cinta hanya menjadi salah satu wajah kita karena lagu-lagu kita juga ngomong masalah sosial, ketuhanan. Itu selalu kita jaga meski ada yang tersamar," kata Noe (vokal) yang lengkapnya Sabrang Mowo Damar Panuluh, saat acara "Indosat Community Festival" di Apartemen Majesty Ciumbuleuit Bandung, Sabtu (2/6).

Laki-laki yang 10 Juni ini berulang tahun ke -28 menambahkan, keragaman tema kehidupan itu dipertahankan pada album kedua.

Cord dasarnya pun dikatakannya masih sama dengan album pertama karena menganggap hal-hal itu menjadi kekuatan positif yang harus dipertahankan dan dikembangkan.

Noe memang masih berperan besar dalam penggarapan liriknya. Namun, musik tetap dibuat secara bersama sehingga mereka dengan tegas menyatakan kerja sama dalam pembuatan lagu telah dilakukan dengan demokratis. Orang-orang di sekitar mereka pun memberikan kontribusi dalam proses berkaryanya.

Dengan ciri khas yang menjadi kekuatan Letto, salah satu lagu dari album kedua itu pun sudah dipesan untuk menjadi theme song sebuah sinetron. Mengenai hal itu, Noe menyatakan bahwa kerja sama itu berbentuk simbiosis mutualisme seperti yang sudah terjadi sebelumnya.

"Ada yang bilang lagu mengangkat popularitas sinetron, ada juga yang mengatakan sinetron memopulerkan lagunya. Sama-sama menguntungkan," ucap lulusan Mathematics and Physics University of Alberta, Kanada itu.

Menjelang perilisan album kedua itu, Patub (gitar) yang bernama lengkap Agus Riyono menyatakan, mereka tidak merasa terbebani atau takut album kedua tidak sesukses album pertamanya.

Untuk jangka panjang pun mereka tidak terlalu memusingkannya. "Ya, kami nggak bisa jawab. Sekarang hanya sebaik-baiknya bekerja. Kalau (popularitas) naik, kami terima, kalau (popularitas) turun pun kami terima," ucap Noe .


source: pikiranrakyat

Kiat Menjaga Vokal Agar Prima Selama Tur Dari Noe

Letto adalah band asal Yogyakarta yang sukses dengan album perdananya bertitel “Truth, Cry, and Lie” dan sekarang tengah sibuk menggelar tur bersama Samsons, Ungu dan Naff di gelaran A Mild Live Rising Star. Band ini mempunyai vokalis bersuara lembut bernama Sabrang Mowo Damar Panuluh yang akrab disapa Noe. Mahasiswa lulusan University of Alberta California ini memberikan kiat menjaga suara agar tetap tampil prima selama tur. Berikut sedikit kiat dari pria yang hobi mengenakan kupluk ini.

1. Bagi band yang sedang mengikuti panjang, contohnya A Mild Live Rising Star tidur yang cukup adalah hal wajib dituruti oleh seorang vokalis. Selama di tur biasanya gue menghabiskan 4 sampai 6 jam buat tidur.

2. Yang tak kalah penting adalah menjaga jumlah cairan di dalam tubuh. Bagi gue cairan tubuh itu penting agar vokal tetap terjaga. Biasakan perbanyak minum air putih.

3. Banyak vokalis yang bermasalah dengan makanan yang banyak mengandung minyak, bagi gue itu gak berpengaruh. Intinya adalah banyak-banyak makan selama tur, dan bila jenis makanan tertentu mempengaruhi kualitas vokal, sebaiknya langsung dihentikan.

4. Pergunakanlah waktu seefisien mungkin. Jangan memanfaatkan waktu senggang dengan dengan hal yang gak penting yang dapat menyebabkan kualitas vokal terganggu.

source: amild.com

Album ke-2 Rilis Bulan Juli


Letto, grup band anak muda asal Jogjakarta ini, meskiupn kehadirannya di dunia musik belum terlalu lama namun telah mampu menunjukkan eksistensinya di dunia musik.
Lagu-lagu yang dibawakan kelompok yang digawangi Ari (bas), Patub (gitar), Dedy (drum) dan Noe (vokal), dipilih untuk menjadi soundtrack beberapa sinteron yang memiliki reting penonton cukup tinggi. Sebut saja Intan dan Wulan, merupakan sinetron yang menjadikan lagu Letto sebagai soundtrack sinetron.

Rupa pesona Letto bukan hanya di album tetapi dalam setiap aksi panggunya mampu membuat penonton terpesona. Hal ini dibuktikan ketika menghibur pengunjung Color Beat Pub & Lounge Hotel Blue Sky, Minggu (13/5) lalu. Karakter suan Neo yang mellow mampu para tamu dan Fansnya malam itu.

Dalan jumpa pers yang dilakukan, sang vokalis, Noe, menceritkan lagu-lagu dalam album Letto berasal dari kehidupan sehari–hari, sehingga di setiap lagunya mengandung tema yang berbeda – beda. “Yang paling utama, adalah dalam setiap pembuatan lagu kita berusaha untuk lebih jujur dalam penulisan liriknya,” ujar pria yang bernama lengkap Sabrang Mowo Damar Panuluh.
Ketika disinggung mengenai album ke-2 Letto, ia menegaskan akan dirilis bulan Juli 2007 mendatang. “Insya Allah akan dirilis bulan Juli tahun ini, dan di dalamnya rencananya akan ada 10 lagu, tapi mungkin juga bisa sampai 12 lagu, doakan saja,” seru dia yang optimis album ke-2 Letto ini akan kembali laris manis di pasaran.(rm-3)

sorce: metrobalikpapan

Musisi yang Dijuluki 'Setan' Baca


SANG vokalis band Letto yang tengah berkibar Noe (26) yang memiliki nama panjang Sabrang Mowo Damar Panuluh tak hanya suka menyanyi, tetapi juga melahap dan mengoleksi buku. Bahkan oleh keluarganya, Noe disebut sebagai 'setan' baca.

Penampilannya yang sederhana membuat cowok ini terkesan pendiam saat ditemui di launching novel Pedang Skinheald II karya penulis cilik Ataka Awwalur Rizki di Gramedia Ambarrukmo Plaza, akhir pekan lalu. Sejak kecil, Noe putera Emha Ainun Najib atau Cak Nun ini gemar membaca aneka jenis buku, mulai dari buku cerita hingga buku serius yang diwariskan dari ayah atau keluarga. Noe pun rajin membeli buku, hingga ia mempunyai koleksi ribuan buku di rumahnya di Lampung.

Noe memang lahir di Yogyakarta pada 10 Juni 1979, namun ia hanya tinggal lima tahun. Ibunya bercerai dengan Cak Nun dan memutuskan pindah ke Lampung. Noe pun turut bersama sang bunda. Namun tak berarti ia kehilangan sosok ayah, karena Cak Nun sering datang menjenguknya ke Lampung.

Setelah lulus SMP, Noe kembali ke Yogya dan meneruskan sekolah hingga bangku kuliah. Ia bergabung dengan ayahnya, dan bergaul bersama komunitas Kyai Kanjeng. Kepindahannya memaksa ribuan koleksi bukunya ini turun ke keponakan. "Ya itu, dari dulu mereka sering meminjam. Begitu saya pergi, mereka rebutan meminjam buku tapi tidak dibalikin lagi. Tapi tidak apa-apa yang penting tidak hilang," katanya.

Pengagum Freddie Mercuri yang rumahnya di Yogya sempat dijadikan dapur umum setelah bencana gempa ini kini mengaku masih tetap menjadi setan baca. Namun karena kesibukannya di dunia tarik suara, penyaluran hobinya ini agak tersendat. Tapi setiap kali, ia selalu menyempatkan membaca buku.

Kini, ia lebih memilih buku populer dan ilmu pengetahuan aktual, dan buku cerita atau fiksi hanya sebagai hiburan sesekali. Kesukaannya pada buku science memang tak mengherankan karena dia lulusan University of Albertha, Kanada dengan dua gelar sekaligus Bachelor of Mathematic dan Bachelor of Physics. Saking cintanya pada buku populer, yang ia sebut sebagai buku aktual, ia pun jadi takut ke toko buku.

"Yang membuat saya agak terganggu adalah jika mampir ke toko buku, 'setan' baca dalam diri saya seperti bangkit. Rasanya jadi ingin membeli seluruh buku di toko buku," ungkapnya sembari tersenyum ringan.

Ketika ditanya kenapa tidak jadi ilmuwan, Noe menjawab bahwa hidupnya dijalani dengan sederhana saja, mengikuti jalan Tuhan. Noe kecil pun bercita-cita sederhana, menjadi tukang pos.

"Soalnya, setiap kali tukang pos datang ke rumah bawa wesel. Saya jadi berpikir tukang pos itu kaya," kisahnya. Namun setelah besar, Noe tak punya cita-cita khusus. "Cari duit untuk modal kawin," ungkapnya sembari tertawa lebar.

Noe dan Letto kini masih sibuk roadshow album perdana mereka Truth, Cry and Lie. Kini, Noe mengaku Letto tengah menyiapkan album kedua yang kini baru 50 persen. "Pengennya akhir tahun ini atau awal tahun depan. Mohon doanya saja," katanya sambil tersenyum malu saat dikerubuti penggemar yang kebanyakan remaja putri. (M-4)-m.

Friday, June 15, 2007

Letto Konsentrasi Kerja

Nama band Letto mencuat walaupun baru meluncurkan satu album bertajuk “Truth, Cry and Lie”. Lagu-lagu dalam album ini sudah akrab di telinga penggemar. Hampir tiap hari, ada saja video klip lagu Letto muncul di televisi. Lagu “Ruang Rindu” juga menjadi soundtrack sinetron yang sedang tayang. Ini menambahkan kedekatan band asal Yogyakarta dengan para fansnya.

Band yang terdiri dari Arian (bass), Patub (gitar), Dedy (drum) dan Noe (vocal) sudah mendapat tempat khusus di kalangan penggemar musik. Lirik-lirik lagu mereka puitis dan menyimpan makna sejuta makna. Salah satu contohnya, lagu “Sandaran Hati”.yang dinilai sebagai ungkapan kepada kekasih hati. Tapi bagi Letto, lagu ini bisa ditujukan untuk siapa saja termasuk orang tua sebagai sandaran hati.

Lagu-lagu lain seperti “Truth, Cry and Lie”, “Sampai Nanti Sampai Mati” dan “Sebenarnya Cinta” juga sudah dikenal. Album perdana mereka terjual lebih dari 300 ribu kopi. Pihak Musica Record pun mengganjar Letto dengan penghargaan Double Platinum. Biasanya untuk album yang terjual 150 ribu, penyanyi atau band diberi Platinum.

Tak hanya sukses di penjualan album, lagu-lagu Letto juga banyak dijadikan ringback tone. Hal ini diungkapkan Mohamad Arif Junaedi, Head of Denpasar Branch PT Indosat Tbk saat Meet & Greet di Kuta, Minggu (8/4). Lagu-lagu Letto memiliki peringkat tinggi sebagai I-Ring. Alhasil, Letto pun menjadi band yang diajak untuk mengikuti Community Festival yang salah satu agendanya Music Community Gathering dan Live Music Corner.

Ketika ditanya mengenai kesuksesan ini, Noe yang memiliki nama lengkap Sabrang Mowo Damar Panuluh menuturkan apa yang mereka dapatkan merupakan hasil perjuangan “Kami selalu konsentrasi pada apa yang kami kerjakan, soal hasilnya bagaimana, itu urusan belakangan. Yang penting kami konsentrasi pada proses yang sedang berjalan,” ujar alumnus Mathematics & Physics University of Alberta, USA ini.

Target ke depan, Letto akan meluncurkan album kedua. “Materinya sudah ada, mudah-mudahan pertengahan tahun ini bisa dirilis,” imbuh Dedy. Mengenai penampilan mereka di Kuta, personel Letto mengaku ada perbedaan. Kalau dulu mereka datang ke Bali untuk berlibur dan bersantai, kini mereka datang untuk bekerja dan menghibur masyarakat. —wah

source: cybertokoh.com

Berselancar dengan Lirik-lirik Puitis: Sehari Bersama Noe Letto

Ia membidani, memotori, dan menulis lirik lagu-lagu Letto. Pusing bila tak berselancar di Internet.

Rumah Noe Letto, Yogyakarta, Pukul 06.00
Pagi itu Noe bangun agak terlambat. Biasanya vokalis grup musik Letto itu sudah terjaga ketika kokok ayam pertama membangunkan hari di rumahnya. "Aku semalaman lembur di studio," katanya dengan wajah masih kelihatan lelah.

Belum ada kesibukan berarti di rumah bercat oranye di Jalan Wates, Kadipiro, Yogyakarta, itu pada Kamis pagi di pengujung April lalu. Hanya ada seorang lelaki yang tengah sibuk membersihkan teras dan halaman rumah berpagar besi setinggi 2,5 meter berwarna hijau pupus itu.

Di rumah itu Noe tinggal bersama ayahnya, budayawan Emha Ainun Nadjib. Noe, yang bernama lengkap Sabrang Mowo Damar Panuluh, adalah putra Emha dari istri pertamanya, Neneng Suryaningsih. Sejak 1994, Noe--yang melewati masa kecil hingga remaja bersama ibunya di Lampung--tinggal di rumah tersebut.

Rumah dua lantai yang berdiri di atas lahan sekitar 1.500 meter persegi itu terbagi dalam beberapa ruangan. Selain untuk tempat tinggal keluarga Emha-Novia Kolopaking, ruangan lain di lantai dasar rumah itu digunakan sebagai perpustakaan, Geese Studio, dan Sanggar Kiai Kanjeng. Lalu beberapa ruangan di lantai dua dipakai untuk kantor Progres, Band1t, dan markas Letto. Yang terakhir, selain sebagai markas, ruangan itu juga tempat tinggal tiga personel Letto lainnya: Ary Prastowo, Dedy Riyono, dan Agus Riyono.

Progres adalah lembaga yang mengurusi segala tetek-bengek kegiatan Emha dan Kiai Kanjeng-nya. Sedangkan Band1t adalah sebuah komunitas yang menghimpun kelompok-kelompok band indie di Yogyakarta. Band1t juga kerap menjadi event organizer pentas musik indie di Kota Gudeg dan sekitarnya. "Pokoke, di rumah ini banyak aktivitas," tutur Noe seraya mengisap rokok kretek filternya.

Sesaat kemudian Noe mengajak Tempo ke Geese Studio. Rencananya, cowok berambut ikal itu akan merampungkan mixing lagu-lagu baru Letto yang semalam belum kelar. Setelah album perdananya, Truth, Cry and Lie, sukses meraih double platinum, CD-nya terjual lebih dari 500 ribu keping, kini Letto tengah mempersiapkan album keduanya. "Mungkin pertengahan tahun ini bakal diluncurkan," Noe menjelaskan.

Ya, hari-hari Noe belakangan memang tersita untuk mempersiapkan album kedua band yang dimotorinya itu. Hari itu, misalnya, Noe dan anggota Letto lainnya akan menghabiskan waktu seharian penuh berkutat dengan proses pembuatan album keduanya. "Hari ini kami juga akan latihan untuk persiapan konser ke sejumlah kota di Jawa Timur dan Bali."

Setiba di Geese Studio, Noe langsung menyalakan komputer. Ternyata komputernya ngadat. Meski sudah bolak-balik di-restart, tetap saja tak bisa beroperasi. Ia berteriak meminta tolong kru bandnya agar memperbaikinya. Noe kemudian kembali ke kamarnya. Tak lama berselang, ia muncul lagi dan berjalan menuju markas Letto. Di markas seluas 4 x 4 meter yang bersebelahan dengan kantor Progres itu ia menghabiskan paginya dengan berselancar di Internet.

Geese Studio, Pukul 08.00
Di sela-sela mixing sejumlah lagu baru Letto, Noe menyempatkan bertukar cerita. Ia berkisah tentang proses kelahiran band yang dibidaninya itu. Noe, Ary, dan Agus bertemu pertama kali di Sekolah Menengah Atas 7 Yogyakarta. Mereka mulai berkesenian, dari teater, musik kontemporer dan gamelan, bikin skenario film, hingga membuat desain sampul kaset.

Mereka biasa berkumpul di Geese Studio milik Emha. Mereka belajar mengelola dan memakai studio itu. Jadi, jauh sebelum Letto terbentuk, mereka sebetulnya telah ngenger di studio Cak Nun, sapaan akrab Emha, itu.

Selepas SMA, karena kuliah dan kesibukan masing-masing, mereka pun berpisah. Noe terbang ke Kanada. Di sana, cowok kelahiran Yogyakarta, 10 Juni 1979, itu kuliah di Jurusan Matematika dan Fisika, Universitas Alberta, Edmonton.

Pada 2003, saat Noe pulang menggondol gelar bachelor of mathematic dan bachelor of physics, mereka kembali berkumpul. Saat itulah Dedy Riyono, penabuh drum, bergabung. Sedikit demi sedikit mereka mencoba bikin lagu dan merekamnya. "Ternyata banyak orang bilang lagunya enak," ujarnya menjelaskan.

Waktu terus bergulir dan Noe kian giat menulis lirik lagu. Setelah jadi, barulah demo lagu itu ditawarkan ke perusahaan rekaman. Pada 2004, ketika ada label yang tertarik, mereka sepakat membentuk grup band. Namanya Letto, yang tak punya arti apa-apa. Menurut Noe, nama itu sebagai identitas belaka.

Toh, nama Letto yang tak berarti apa-apa itu kemudian menjulang ketika debut album Truth, Cry and Lie diluncurkan. Albumnya meledak. Dua lagu di album tersebut, Ruang Rindu dan Sandaran Hati, menjadi masyhur terutama setelah didaulat sebagai soundtrack sinetron Intan serta Wulan--keduanya ditayangkan RCTI saban hari.

Boleh dibilang, kekuatan lagu-lagu Letto terletak pada lirik-liriknya yang puitis. Bahkan di beberapa bagian terdengar kontemplatif. Menurut Noe, ide semua lagu yang ditulisnya di album perdana itu bisa dari mana saja, termasuk pengalaman batin sendiri. Sedikit pun tak ada campur tangan ayahnya, yang seorang pujangga dan budayawan. "Saya juga tak pernah mengkonsultasikan lagu-lagu yang dibuat itu kepada orang tua saya," cowok yang ketika kecil bercita-cita menjadi tukang pos itu menerangkan.

Halaman Rumah Noe, Pukul 10.15
Seusai mixing dua lagu barunya, Noe kemudian bersiap menggelar latihan untuk konser di sejumlah kota. Noe, Ary, Agus alias Patub, dibantu beberapa kru Letto, bahu-membahu mengusung peralatan musik dari Geese Studio ke halaman rumah. Untuk menghindari hujan, di halaman itu telah pula dipasang terob dari terpal sebagai penutupnya.

Karena penabuh drum, Dedy Riyono, belum datang, rencana latihan yang telah dijadwalkan pun terlambat sekitar 15 menit. Menurut Noe, semalam Dedy memang tak tidur di markas Letto. Ia begadang hingga pagi menjelang di angkringan Pak Mbut di bilangan Bausasran, dekat Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta.

Langit di atas Kadipiro agak mendung ketika latihan akhirnya dimulai. Pukulan drum yang berdentam-dentam, lengkingan gitar Agus, dan vokal Noe yang keras mengundang warga sekitar merubung. Mereka umumnya anak-anak dan remaja. Setiap jeda lagu, ketika Noe mengelap cucuran keringatnya, sejumlah remaja putri sigap mendekat dan memotret sang vokalis dengan kamera telepon selulernya.

Setelah sekitar dua jam latihan digelar, personel Letto memutuskan rehat. Tak lama berselang, seorang kru datang membawa 17 bungkus gado-gado dan lotek yang dibeli di warung Bu Yati, sekitar dua kilometer dari arena latihan. Personel dan kru Letto kemudian makan siang bareng.

Dan acara makan siang terasa meriah karena sejumlah penonton yang kebagian gado-gado atau lotek juga ikut nimbrung. Cak Nun dan Novia, yang duduk sekitar lima meter dari arena latihan, sesekali melempar senyum kepada anaknya yang kian dewasa.

Seusai makan dan kemudian salat zuhur, latihan kembali digelar. Tapi latihan babak kedua itu tak berlangsung lama. Pukul 14.20 mereka menghentikan latihan karena dua orang utusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono datang menemui Cak Nun. Menurut Noe, mereka tak mau mengganggu utusan yang membawa pesan khusus agar ayahnya menemui Yudhoyono di Istana Gedung Agung, Yogyakarta, sekitar pukul 22.00 tersebut.

Para personel Letto kemudian duduk-duduk santai sambil merokok di Sanggar Kiai Kanjeng. Setelah mengisap rokoknya beberapa kali, Noe kembali bertukar cerita, dari soal musik, ekonomi, teknologi informasi, fisika, hingga filsafat. Dan cowok bookaholic itu begitu lancar ketika menuturkannya.

Memang, selain ngeband, Noe juga kerap diundang sebagai pembicara di berbagai seminar dan diskusi di sejumlah kampus. Khususnya yang membicarakan seputar musik, teknologi informasi, dan filsafat. Malahan, Cak Nun juga sering menugasi anaknya melakukan riset tentang berbagai hal.

Cak Nun, yang kemudian nimbrung ngobrol, menyatakan, di matanya, Sabrang--begitu ia menyapa sang anak--lebih sebagai seorang peneliti ketimbang musisi. Kendati demikian, Cak Nun beberapa kali mempercayai Noe memimpin pementasan Kiai Kanjeng. Misalnya, saat kelompok kesenian itu mengadakan tur ke Australia dan London beberapa waktu lalu.

Lebih jauh, Cak Nun juga heran dengan talenta bermusik anaknya. Sebab, selama Noe tinggal bersamanya, ia tak pernah melihat anaknya itu berlatih musik, apalagi kemudian memimpin sebuah grup band. "Saya tidak pernah menyuruh Sabrang harus begini atau begitu," katanya. "Sabrang adalah manusia merdeka sama seperti saya dan yang lain."

Lima belas menit menjelang magrib, perbincangan kami berakhir. Setelah mandi dan makan malam, Letto kembali menggelar latihan hingga dua jam. Malam itu, meski kelelahan mendera semua personel Letto, mereka tampak puas. Sebab, mereka berhasil membuat komposisi musik baru yang lebih energetik untuk dipentaskan di sejumlah kota di Jawa Timur dan Bali awal Mei lalu.

Markas Letto, Pukul 21.00
Seusai latihan, personel Letto dibantu para krunya merapikan peralatan musik. Mereka kemudian memasukannya kembali ke Geese Studio. Noe, yang senantiasa mencangklong tas kecil warna hitam, terlihat mengeluarkan sebatang rokok kretek filternya. Ia menyulut dan mengisapnya dengan satu tarikan.

Meski kelelahan membayang di wajahnya, Noe masih terlihat bersemangat. Sesekali ia memberikan instruksi kepada anggota Letto lainnya dan para kru agar keesokan hari bisa berkumpul kembali di markas lebih pagi.

Beberapa saat kemudian, Noe, yang tak suka menonton televisi, bergegas ke meja komputernya di markas Letto. Tangannya tampak lincah memainkan tetikus, berselancar di jagat maya. "Sehari saja tidak bermain Internet, rasanya pusing sekali," katanya seraya tersenyum.

Sumber : Koran Tempo (13 Mei 2007)

Thursday, June 14, 2007

Letto: Everyday Is Sunday

Semua kehidupan kita adalah berlibur dan semua kehidupan kita adalah kerja. Karena itu, setiap aktivitas kerja kita, kita anggap liburan juga. Jadi, itu bukanlah konsep dualisme, itu sebenarnya konsep yang sama. Demikian jawaban yang diucapkan Noe, mewakili teman-temannya di Band Letto ketika ditanyakan tentang rencana untuk berlibur anak-anak Letto setelah tidak ada jadwal manggung.

Beberapa kalimat diatas meluncur dengan tegas dari mulut seorang Sabrang Mowo Damar Panuluh, atau yang akrab dipanggil Noe. Pemuda kelahiran Yogyakarta, 10 Juni 1979, leader sekaligus vokalis Band Letto, yang baru saja meraih penghargaan sebagai grup band pendatang baru terbaik berkat lagu Ruang Rindu di album Truth, Cry, and Lie produksi Musica pada ajang SCTV Music Award 2007.

Noe menjelaskan, secara pasti tidak diketahui kapan grup musik Letto terbentuk.
Namun para personelnya adalah sahabat dekat sejak SMA dan mengaku mulai merbentuk Band ini pada 2004.

Grup musik para cowok ini semula adalah 'kumpulan' persahabatan siswa SMU 7 Jogjakarta. Sekian lama berpisah, akibat kesibukan kuliah, akhirnya mereka bertemu kembali dan berkarya bersama.

Grup musik asal kota Gudeg ini beranggotakan Noe (Sabrang Mowo Damar Panuluh, Yogyakarta 10 Juni 1979), Patub (Agus Riyono, Yogyakarta, 2 Agustus 1979), Arian (Ari Prastowo, Bantul 27 Maret 1979) dan Dhedot (Dedi Riyono, Yogyakarta 23 Januari 1987).

Album pertama mereka bertajuk Truth, Cry, and Lie yang dirilis pada 2006. Namun sebelumnya Letto juga pernah merilis album PILIH 2004, namun saat itu nama grupnya masih bernama Leto (satu L).

Bukan bermaksud berfilosofi, Noe kemudian menjelaskan bahwa demikianlah pandangan anak-anak Letto tentang hidup. "Dimanapun, bukan masalah tempatnya, tapi gimana masalah menata hatinya." ungkapnya.
Jadi, setiap hari adalah liburan seperti moto "every day is sunday in Jogya".

source: wisatanet.com

Wednesday, June 13, 2007

Orang Tua Bagi Adik

Bertemu kembali dengan kawan karibnya, Noe sering bermain musik di studio ayahnya. Noe mulai menulis lirik lagu, yang kini banyak tertuang dalam album debut Letto, Truth, Cry and Lie. "Dapat idenya dari mana saja, ada juga pengalaman pribadi. Kalau sering ngobrol, bisa sering dapat ide. Tinggal bagaimana kita menuliskannya saja. Ada soal cinta, sosial, dan ketuhanan," tutur pemuda yang mengaku selalu melibatkan perasaan hati dalam membuat lagu.

Setelah jadi, barulah lagu itu ditawarkan ke perusahaan rekaman. "Setelah ada label yang tertarik, barulah kami bikin band pada tahun 2004. Musiknya kami buat bersama-sama," jelas Noe yang memberi nama grupnya Letto. Apa artinya? "Waktu itu kami butuh identitas. Tapi kenapa harus ada artinya, dan semua orang harus bikin nama dengan filosofinya? Kami bikin nama yang enggak ada artinya. Justru membuat arti dengan memiliki nama tanpa arti," tuturnya berfilsafat.

Keseriusan bermusik membuahkan double platinum bagi Letto. "Kaget juga mendapat penghargaan ini, karena kami tidak pernah menargetkan apa pun dalam bermusik. Mendapat apresiasi seperti ini berarti musik kita diterima," ujar Noe.

Bisa berhadapan dan dikenal banyak orang dipakai Noe Cs untuk mengajak para penggemar dan penontonnya untuk maju, dan berbuat yang baik. Itu sebabnya, mereka menyempatkan sebulan sekali tampil di depan penggemarnya untuk memanfaatkan keistimewaan itu. "Itu bentuk tanggung jawab kami. Bentuknya bisa amal, atau bicara isu tentang kekerasan terhadap wanita, AIDS maupun yang lain. Sejauh ini, kami baru bisa menjadwalkan sebulan sekali."

Walau berawal dari hobi, Noe kini terjun dalam dunia musik secara profesional. Sejumlah penyesuaian Noe lakukan terhadap dirinya yang dianggap cuek terhadap penampilan. Noe, Ari, Patub dan Dedy sempat syok ketika pertama kali masuk salon.

"Saya dulu baru gunting rambut jika terkena razia di sekolah," sebut Noe yang kini pasrah jika didandani. "Saya melihat ini sebagai bagian dari pekerjaan. Semua pekerjaan itu ada risikonya. Saya patuh pada industri ini jika harus ini-itu. Sejauh itu tidak mengubah siapa diri kita, tidak masalah," imbuh pemuda berambut ikal ini dengan santai.

Orang Tua Bagi Adik
Menjadi terkenal memang telah membuat gaya hidup personel Letto berubah. Padatnya kegiatan Noe bersama Letto ke berbagai kota pun sering membuat mereka meninggalkan keluarga dan kerabat di Yogya. Seperti para personel Letto yang lain, Noe sering merindukan acara nongkrong di warung angkringan di Yogya, yaitu gerobak yang menjual "nasi kucing" dan lauk-pauk serta minuman ala kadarnya. "Habis, mampunya nongkrong di situ. Daya belinya memang segitu," ujar Noe yang bersama Letto tengah menyiapkan album kedua, Mei mendatang.

Walaupun sudah dikenal banyak orang, Noe tak risi nongkrong di angkringan bersama teman-temannya. "Orang di situ tidak peduli dengan popularitas kami. Penjualnya juga tetap melihat kami sebagai orang yang tetap harus membayar, yang penting enggak utang. Haha..," selorohnya. Selain itu, meski di luar ia dikenal sebagai penyanyi, di rumah Noe berusaha untuk menjadi kakak yang baik.

Oh ya, setelah sekian tahun menjadi anak tunggal, Noe mempunyai tiga adik hasil pernikahan Cak Nun dengan artis Novia Kolopaking. Jarak usia Noe dengan ketiga adiknya cukup jauh. "Saya melihat diri saya sebagai orang tua bagi adik-adik saya. Saya baru punya adik pertama ketika umur saya sudah 21 tahun. Jadi bukan seperti kakak-adik, tapi seperti om dan keponakan. Tapi saya berusaha untuk jadi kakak yang bisa dijadikan contoh bagi adiknya, yang kalau dia menangis, dia akan lari pada saya," paparnya.

Bentuk rasa sayang Noe pada adik-adiknya antara lain dengan mengajak mereka main bareng, seperti bersepeda, bermain origami, juga komputer. "Kalau pulang dari luar kota, saya sering bawa oleh-oleh buat mereka. Adik yang pertama suka sama peri, jadi terkadang saya bawakan gambar peri, atau sayap peri mainan. Adik yang kedua karena suka mobil, saya bawakan mobil-mobilan. Menyesuaikan sajalah," jelasnya.

Menurut Noe, pengalaman masa kecil berpengaruh pada kehidupan seseorang, begitu juga dengan kehidupan Noe. "Iya dong. Kita hidup di lingkungan mana, bergaul sama siapa, kecilnya belajar apa dan apa yang dilalui, itu sangat berpengaruh membentuk siapa kita sekarang," ujarnya sambil menambahkan, selain Nabi Muhammad, kedua orang tuanya sangat berjasa dalam hidup Noe. "Mereka yang memperkenalkan saya pada dunia. Ketika saya bertanya siapa yang membuat bulan, yang jawab juga orang tua. Semua dasar pemikiran kan dari orang tua."

source: bintang indonesia

Band Dusun dari Yogya

Jumat, 22 Desember 2006. Sentral Lapangan Parkir Kuta, Bali. Sebuah lapangan bertanah aspal seluas 2 hektar terbentang tepat disebelah pusat perbelanjaan Kuta Galleria. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam dan Letto masih juga belum naik keatas panggung dan tampil. Manajer mereka Aldi, pria berkacamata dan berbadan kurus --akibat terlalu menikmati tingginya frekuensi penampilan Letto-- tampak cukup sibuk mondar-mandir mengurus persiapan lini terakhir pra-penampilan.

Band pop asal Yogyakarta ini dijadwalkan main pukul setengah sembilan malam di acara "Rock on Charity for AIDS" ini namun sepertinya mengalami keterlambatan sehingga penampilan Letto sedikit mundur dari jadwal yang telah ditentukan sebelumnya. Namun bukan masalah karena saya cukup terhibur setelah sebelumnya sebuah band modern rock lokal Bali bernama Pandawa nampak giat menjalankan set-nya, lead gitaris band ini bernama Krishna, baru berumur 12 tahun dan bermain solo gitar dengan kemahiran seolah pengalaman belajar gitar didapatkannya sejak masih di kandungan sang ibu. Rasa penasaran saya muncul mengenai bagaimana kemahirannya bila ia berumur 25 tahun kelak. Tak lama Pandawa pun berakhir tampil, di saat yang sama para anggota Letto pun terlihat sedang melakukan doa di tenda belakang panggung.

Tak lama satu-persatu personil Letto pun mulai naik ke atas panggung. Dedi Riyono atau Dedi duduk apik di belakang set drumnya, Ari Prastowo atau Arian menenteng bas Fender Marcus Miller Jazz Bass miliknya dan siap beraksi. Agus Riyono a.k.a Patub --yang merupakan kakak kandung Dedi sang drummer-- terlihat santai bersiap memetik dawai gitarnya. Dan terakhir, Sabrang Mowo Damar Panuluh alias Noe sang vokalis pun muncul.

"No One Talk About Love Tonite" terpilih menjadi lagu pembuka. Dari seluruh pengisi acara amal ini, termasuk di dalamnya adalah Navicula dan juga Judika jebolan Indonesian Idol, Letto terang-terangan merupakan aksi yang paling ditunggu penampilannya. Sebagian besar dari ratusan orang yang berkumpul tampak hafal fasih lagu yang ditembangkan. Seperti "I'll Find a Way" yang menjadi lagu kedua set malam itu, berhasil membuat sebagian penonton ikut bernyanyi, walau ada juga beberapa penonton di depan panggung yang bernyanyi dengan keras dengan lirik asal-asalan sembari sibuk memotret Noe via kamera ponselnya. Noe tampak tahu persis apa yang harus diberikan kepada para penontonnya. Memanfaatkan persona romantic gentle guy next door yang puitis, tidak aneh bila beberapa lawan jenis jelas terlihat melotot dengan senyum di bibir ketika Noe mulai menembangkan "Sebenarnya Cinta" yang dilanjutkan oleh "Truth, Cry and Lie." Sesekali terlihat Noe terdiam hening sambil menundukkan kepala, dan menaruh telapak tangannya di dada, seperti seolah dalam hati sedang berkata, "Aku bisa merasakan emosi hatimu wahai para penonton."

"Apakah ada yang bawa pacarnya ke sini? Boleh...asal jangan bawa AIDS yaaa?" ungkap Noe ke para penonton, sembari mengkomunikasikan pesan positif dari tema acara tempat mereka tampil. Saat itu, layar proyektor yang terpampang di samping panggung tampak menyorot adegan visual Jerinx, drummer Superman is Dead yang melakukan monolog dalam aktingnya sebagai karakter generasi muda yang tertekan akan kondisi lingkungannya.

http://www.rollingstone.co.id

Noe, Punya Adik Setelah 21 Tahun

Suara merdu vokalis Letto ini menghiasi sejumlah sinetron top saat ini. Dia adalah Noe, putra Emha Ainun Najib. Dengan kesederhanaannya Noe tak bermaksud ikutan populer seperti ayahnya. Noe kecil pun bercita-cita sederhana, menjadi tukang pos.

Lagu Letto sedang laku keras. Beberapa sinetron yang sedang digandrungi penonton memilih tembang kelompok yang beranggotakan Ari (bas), Patub (gitar), Dedy (drum) dan Noe (vokal) itu sebagai theme song. Sinetron Intan memilih Ruang Rindu, lalu Wulan yang menggaet Sandaran Hati, dan I Love U Boss memakai Sampai Nanti Sampai Mati. Sinetron dan lagu-lagu bersinergi dengan bagus, dan kini populer di mana-mana.

Yah, di antara personel Letto, memang Noe paling menyita perhatian. Salah satunya karena pria bernama asli Sabrang Mowo Damar Panuluh (26) ini anak dari Emha Ainun Najib atau Cak Nun. Sebelum ini banyak orang yang enggak tahu siapa Noe. "Oh, ini anaknya Cak Nun," begitu kira-kira komentar banyak orang kala melihat Noe.

Tukang Pos Kaya
Noe lahir 10 Juni 1979 di Yogyakarta. Namun, di Kota Gudeg itu Noe hanya tinggal lima tahun. Ibunya bercerai dengan Cak Nun dan memutuskan pindah ke Lampung, dan Noe ikut ibunya. Tak hanya harus berpisah dengan ayahnya, Noe juga harus berjarak dengan nenek tercinta.

Kendati demikian, Noe menemukan suasana baru di Lampung. "Saya jadi bisa merasakan suasana pedesaan. Kalau di Yogya, mencari pengalaman menangkap belut saja susah," ujar Noe saat ditemui di sela-sela syuting klip video kelima Letto, Truth, Cry and Lie di Karawaci, Tangerang, beberapa waktu lalu.

Noe mengaku menjalani masa kecil yang sama dengan anak-anak pada umumnya. "Ya sekolah, ya bandel," serunya. Saat kecil pula, ia pernah bercita-cita menjadi masinis dan tukang pos. "Soalnya, setiap kali tukang pos datang ke rumah bawa wesel. Saya jadi berpikir tukang pos itu kaya. Yah, namanya juga logika anak kecil," kisahnya seraya tertawa. Namun setelah besar, Noe tak punya cita-cita khusus. "Yang penting berguna, enggak sia-sia diberi kesempatan hidup."

Meski tinggal berjauhan dengan ayahnya, Noe tetap merasa dekat. Karena Cak Nun sering datang menjenguknya ke Lampung. Saking akrabnya, Noe menganggap Cak Nun seperti teman sendiri. Setelah lulus SMP, Noe kembali ke Yogya dan meneruskan sekolah di sana. Ia bergabung dengan ayahnya, dan bergaul bersama komunitasnya.

Saat duduk di bangku SMA barulah Noe bertemu dengan Ari, Dedy dan Patub. Karena mereka satu sekolah. Namun, kala itu mereka belum membentuk band. Noe sendiri melanjutkan kuliah di University of Albertha, Kanada di tahun 1998. Ia mengambil dua jurusan sekaligus, yaitu matematika dan fisika. Lima tahun kemudian, ia pulang ke Yogya dengan membawa gelar Bachelor of Mathematic dan Bachelor of Physics.

source: nova

Tuesday, June 12, 2007

Anugerah Planet Muzik 2007

Bertempat di Stadium Tertutup Singapura kemarin Letto mendapatkan award sebagai Duo/ Kumpulan Baru Terbaik Versi Anugerah Planet Muzic 2007.
Mengungguli Kerispatih, Nidji, Rea dan Samsons, Letto menyabet award tersebut dan diterima langsung oleh 4 personil Letto.

Selain Letto, musisi/ penyanyi Indonesia yang mendapatkan award adalah: Kris Dayanti (Anugerah Khas), Dewa 19 (Kumpulan Terbaik)dan Samsons (Album Terbaik.

Selamat Buat Letto atas award ini...

written: TAM

Sunday, June 10, 2007

Noe/ Sabrang: 10.06.79 - 10.06.07

Hanya ada satu kata untuk Noe, ABSTRAK. Tapi kemampuan otaknya tidak diragukan lagi. Seandainya dunia ini hanya terbagi menjadi dua bagian; dunia jenius dan dunia biasa, bisa dipastikan di dunia jeniuslah dia bermukim. Bravo Noe!!

Punya nama lengkap : Sabrang Mowo Damar Panuluh.
Lahir di: Yogyakarta 10 Juni 1979.
Instrumen and Rigs : Larynx, Vocal Chord, Chest, Whole body, mind, and emotion.
Pendidikan : SD I Yosomulyo, SMP Xaverius Metro, SMA 7 Yogyakarta, University of Alberta CA.
Riwayat bermusik : Kamar mandi, Letto.

Katanya tentang aktivitas sosial, "Semua aktivitas yang berhubungan dengan orang lain (semoga bermanfaat), aku anggap aktivitas sosial." (lettolink.com)

Selamat ulang tahun buat Mas Noe yang ke 28, semoga tambah sukses bersama LETTO dan keluarga tentunya....
Selamat juga atas diterimanya awards di Anugerah Planet Muzik 2007 di Singapore kemarin... (TAM)

Saturday, June 02, 2007

Letto Masuk Nominasi Singapore Music Awards

Surya, Monday, 28 May 2007. Bintang Letto tampaknya sedang bersinar terang. Ini terbukti dengan penghargaan yang diraih grup musik asal Jogjakarta ini di pentas SCTV Music Awards 2007, Jumat (25/5) lalu.

Dan kini nama mereka juga masuk nominasi dalam ajang serupa di negeri tetangga. "Kami minta doa masyarakat karena kami juga masuk nominasi Singapore Music Awards" ujar Dedy, drummer Letto kepada Surya, Sabtu (25/5).

Ditemui di tengah persiapan manggung di acara bertitel Surabaya Community Festival yang digelar Indosat di Hugo's Café Surabaya, Dedy menambahkan, tanggal 6 Juni mendatang mereka sudah berangkat ke Singapura.

"Kami akan tiga hari berada di sana (Singapura). Dan untuk meramaikan acara tersebut kami diminta membawakan dua buah lagu" paparnya.

Tak cuma itu. Pemilik nama Dedy Riyono ini mengungkapkan pula bahwa lagu-lagu mereka di album perdana kini diminta untuk dirilis di Malaysia dan Brunai arussalam. "Untuk ini kami juga minta doa restu agar semua berjalan lancar sehingga nama Indonesia di luar negeri makin harum dengan banyaknya lagu-lagu kita di sana" tuturnya.

Sejumlah tawaran menarik itu kian mendorong semangat mereka untuk menyelesaikan album kedua yang dijadwalkan tuntas bulan Juli 2007. Menurut Noe, sang vokalis, lirik di album kedua masih sama dengan album pertama yaitu mengangkat masalah kecintaan pada Tuhan, cinta pada sesama, dan kehidupan sosial. Bedanya, jika di album Truth, Cry, and Lie hampir separo liriknya berbahasa Inggris, di album kedua nanti porsi lagu berbahasa asing ini dikurangi.

"Nggak ada alasan khusus. Kami hanya ingin jujur dalam bermusik saja. Karena ide yang muncul seperti itu ya itulah yang kami rampungkan. Kalau nuruti banyak keinginan malah bingung dan jadinya malah nggak jujur pada diri sendiri" ujar Noe diplomatis.

Yang menarik, meski album mereka belum kelar, namun, personel Letto yang lengkapnya terdiri dari Noe (vokal/keyboard), Patub (gitar), Dedy (drum), dan Arian (bas) ini sudah menerima pesanan lagu untuk dijadikan sound track sinetron. Namun, lagu berjudul Sebelum Cahaya itu belum diketahui akan dipakai untuk sinetron apa dan tayang di stasiun TV mana.

Source: Harian Surya

Letto, Imbas Jadi Band Beken

Selama tiga bulan belakangan ini, band yang lagi naik daun, ‎Letto, berkeliling Indonesia. Manggung dari satu kota ke kota lain. ‎Seperti pekan lalu, pemilik hits “Ruang Rindu” ini pentas di Medan, ‎Sumatera Utara, mengisi acara “Medan Community Festival” yang ‎disponsori oleh sebuah perusahaan operator telepon selular. Yang ‎menarik, meski tergolong band pendatang baru, sebagai sebuah grup ‎musik, Letto paham benar bagaimana mendekatkan diri dengan penggemar. ‎Salah satunya dengan berkomunikasi dahulu dengan penonton sebelum ‎melantunkan lagu. ‎

‎“Sebelum nyanyi biasanya kita selalu berkomunikasi dengan penggemar. ‎Ini penting untuk lebih mendekatkan diri dengan penggemar, dan ‎mencairkan suasana,” ujar Letto yang digawangi Noe (vokal), Patub ‎‎(gitar), Araim (bass) dan Dedy (drum).‎

Diakui oleh personel “Letto”, konser keliling ke berbagai kota di ‎Indonesia memang meletihkan. Tapi, rasa letih itu langsung sirna jika ‎melihat antusiasme penggemar. Namun mereka punya kiat lain untuk ‎menghilangkan capai, yakni dengan bercanda. “Ya cape sih pasti ada. ‎Apalagi kita show dari kota ke kota. Untuk mengatasi cape paling kita ‎saling menghibur, saling bercanda,” ujar Letto.‎

Biasanya setiap kali berkunjung ke suatu daerah, yang pertama dicoba ‎adalah makanan khas. Begitu pula dengan personel Letto. Lantas, di ‎Medan, apa makanan yang menjad favorit mereka? “Kita kalo ke suatu ‎daerah pasti ditawarin makanan khas daerah tersebut. Dan semuanya pasti ‎kita cicipin. Nah, untuk Medan saya paling suka Bika Ambon,” ujar Noe, ‎vokalis Letto.‎

Source: Kroscek

Letto Tak Gentar Jumlah Penonton

Grup Musik yang kini digemari, dan terkenal dengan Hits ‎‎‘Sandaran Hati’, Letto kembali menyuguhkan lagu-lagunya ‎ketika manggung di sebuah Mall di kawasan Jakarta Utara. ‎Begitu antusian Noe sang vokalis membawakan lagu-lagunya, ‎walau tidak di hadapan ratusan penonton. Grup ini tetap ‎bersemangat karena jiwa profesional telah membakar mereka, ‎sehingga faktor sedikit banyaknya penonton bukanlah ‎halangan untuk tetap total di atas panggung.‎

Sesekali Vokalis Letto, Noe yang merupakan anak dari ‎sastrawan Emha Ainun Nadjib ini, mengajak penontonnya untuk ‎menyanyi bersama. “Mau banyak atau sedikit penonton, ‎semangat terus,” celetuknya sembari tersenyum.‎

Dalam menapaki tangga kesuksesan, sejak dibentuk tahun 2004 ‎lalu, Nama Letto memang baru satu tahun terakhir ini ‎bergema. Ketenaran dan popularitas pun kemudian dapat ‎mereka genggam. Lantas adakah kini mereka merasa berbeda ‎dari yang dahulu? ‎

Perbedaan yang taras tentu saja kini mereka menjadi orang ‎yang terkenal. Hal ini tidak membuat grup band ini menjadi ‎tinggi hati. Buktinya, di hadapan penonton yang tidak ‎seberapa banyak, semangat tetap terjaga bagi Letto untuk ‎tampilkan yang terbaik.‎

Layaknya dunia persaingan, kehadiran grup yang digawangi ‎para jejaka jogja, Noe, Patub, Arian dan Dedy ini, tentu ‎juga banyak dibayangi band-band baru yang siap melempar ‎banyak lagu hits. Namun, Letto tetap mempunyai harapan di ‎tahun 2007 ini.‎

Source: Lens Jak TV

Letto Dapat “Lotre”

JAKARTA – Letto mendapat anugerah ddalam malam penghargaan SCTV Music Award 2007. Letto dianugerahi sebagai Album Pendatang Terbaru Terbaik. Komentar Letto?

Mendapat penghargaan seperti mendapat Lotre,” ujar persenoel Grup Band Letto setelah mendapat penghargaan SCTV Music Award 2007 sebagai Album Pendatang Terbaru Terbaik lewat lagu Ruang Rindu, di Jakarta Hall Convention Center (JHCC), Senayan , Jumat (25/5/2007) malam.

Grup Band asal Yogyakarta menerangkan bahwa album ini didedikasikan untuk orang–orang yang merasa kesepian, mampu menemani mereka di saat sedih, senang, tertawa dan Letto sangat bersyukur kepada Tuhan.

Kita melihat penghargaan ini bukan prestasi. Namun, bagaimana kita mencapai sebuah puncak yang kita raih. Piala ini merupakan feed back kita dan ini merupakan piala pertama,” ungkap Noe sang vokalis.

Letto juga berharap album Letto terbaru yang akan keluar bulan Juli lebih sukses dari album sebelumnya.

source: okezone